Kapitalisme Terbukti Gagal
HTI-Press—Kapitalisme menunjukkan kerapuhannya dalam menopang ekonomi dunia. Kerapuhan itu berlangsung tidak hanya di negara-negara miskin dan berkembang, tapi juga di negara-negara maju yang menjadi pengusung ideologi tersebut. Bursa saham sebagai salah satu pilar kapitalisme global rontok
Di sisi lain, kapitalisme dengan ekonomi sektor non riilnya terbukti tidak mampu menyejahterakan umat manusia. Bangunan ekonomi spekulan itu hanya menguntungkan kalangan pemilik modal dan kaum borjuis. Oleh karena itu, terkait dengan Indonesia, kita harus melepaskan diri dari jerat kapitalisme global. Pilihannya hanya satu yakni ke sistem ekonomi Islam. Demikian kesimpulan diskusi bulanan Forum Kajian Sosial Kemasyarakatan (FKSK) ke-32 yang berlangsung di Jakarta, Senin.
Diskusi ini menghadirkan tiga pembicara yakni Dr Rizal Ramli (mantan Menko Ekuin), Dr Fuad Bawazier (mantan Menkeu), dan Tun Kelana Jaya (Lajnah Maslahiyah DPP HTI). Acara yang mengangkat tema ”Rontoknya Bursa Saham Dunia” ini dihadiri sekitar 200 orang dari berbagai kalangan seperti anggota DPR, aktivis ormas Islam, mahasiswa, dan tokoh masyarakat.
Rizal mengatakan lebih dari 40 tahun Indonesia terjerat kapitalisme global. Akibatnya, kondisi ekonomi Indonesia sangat terpengaruh oleh kondisi ekonomi dunia yang dikendalikan oleh para kapitalis. Ciri ekonomi kapitalistik yaitu adanya periode booming dan resesi. ’’Bagi negara yang struktur ekonominya kuat, fluktuasi itu tak terlalu bermasalah. Tapi bagi negara lemah, naik turunnya akan luar biasa,’’ katanya.
Ia menyebut contoh Indonesia yang 10 tahun lalu terpukul krisis ekonomi yang hingga kini belum pulih. Pada saat awal, yang terpukul adalah para konglomerat. Namun kini yang terpukul justru kalangan menengah ke bawah karena pemerintah tak mampu menstabilisasi harga kebutuhan pokok. Dalam kondisi seperti ini, kata Rizal, krisis ekonomi berikutnya kemungkinan besar akan terjadi.
Krisis di Indonesia memang tidak bisa dilepaskan dari rezim global. Menurut Fuad Bawazier, kendati pemerintahan Indonesia berganti-ganti, sebenarnya rezim ekonominya tidak berubah. Mereka adalah kaki tangan kapitalisme global, yang di Indonesia dikenal sebagai Mafia Berkley. ’’Mereka ini tak peduli siapa yang berkuasa. Yang terpenting adalah bagaimana rezim ini tetap bertahan,’’ katanya.
Ia menilai rontoknya bursa saham hampir di seluruh dunia bukan suatu yang aneh, sebab bursa saham memang bersifat spekulatif. Sistem seperti ini tidak ada pengaruhnya terhadap kesejahteraan rakyat dan umat manusia. Ia mengutip data dari Bank Dunia bahwa hanya 1,3 persen penduduk dunia yang hidup layak. Sedangkan uang yang beredar di sektor non riil mencapai 700 trilyun dolar. Bandingkan uang yang beredar di sektor riil yang hanya 1 trilyun dolar. Sangat tidak seimbang.
Kendati muncul dengan berbagai data yang cukup baik tentang kerusakan sistem ekonomi kapitalis, kedua pembicara ini tidak menawarkan sistem alternatif sebagai penggantinya. Rizal mengajukan gagasan ’jalan baru’, jalan anti neokolonialisme dan pemimpin yang memiliki karakter dan visi yang kuat.
Sementara itu Tun Kelana Jaya menyatakan tidak ada harapan sedikitpun untuk memperbaiki sistem ekonomi yang rusak. Sistem itu harus diganti. Tidak ada jalan lain kecuali kembali kepada sistem Islam, sebuah sistem yang berasal dari Yang Maha Haq dan sesuai dengan fitrah manusia.
Ia mengingatkan, kembali kepada sistem Islam tidak sekadar ’men-syariahkan’ semua unsur-unsur ekonomunya dengan memberi label syariah. Lebih jauh dari itu adalah mengubah paradigma dasar sistem ekonomi itu sendiri. ’’Ibarat komputer yang sudah kena virus, maka harus di install ulang,’’ tandasnya. (LI/mujiyanto)