Poligami telah ada sejak dahulu kala, jauh sebelum datangnya Islam. Poligami bukan hanya dilakukan oleh bangsa Arab saja tapi dilakukan oleh hampir seluruh bangsa di dunia. Bahkan mungkin seluruh bangsa di dunia mempraktekkan poligami. Poligami dikenal di India , Persia, Thailand, Cina dan juga Indonesia. Bukan hal yang aneh jika seorang raja/kaisar/pemimpin suku selain mempunyai permaisuri juga mempunyai banyak selir, bahkan mungkin puluhan bahkan ratusan gundik. Seorang laki-laki bisa mempunyai istri lebih dari satu bahkan dengan jumlah yang tanpa batas dan tanpa syarat.
Islam datang untuk mengatur dan memperbaiki tatanan kehidupan manusia, termasuk di dalamnya masalah poligami. Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia. Islam memperbolehkan poligami dengan batasan-batasan dan syarat-syarat tertentu sebagaimana disebutkan dalam Surat An Nisa ayat 3, "....maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja..."
Dalam Islam seorang suami dibatasi untuk mempunyai istri paling banyak 4 orang. Maka para sahabat yang beristri lebih dari 4 orang seperti Ghailan bin Salamah yang punya 10 istri, Umairah al Asadi (8 istri) dan Naufal bin Mu'awiyah (5 istri) menceraikan sebagian istri-istrinya. Poligami diperbolehkan dengan syarat sang suami bisa berlaku adil terhadap istri-istrinya. Adil di sini adalah adil dalam masalah lahir. Misalnya dalam hal nafkah hidup : makan, pakaian dan tempat tinggal, juga waktu dalam menggilir istri-istrinya.
Islam datang sementara kaum laki-laki telah memiliki banyak istri, tanpa syarat dan tanpa batas. Kemudian Islam datang dan mengatur bahwa ada syarat dan batas yang tidak boleh dilanggar oleh seorang muslim yaitu 4 istri. Dan juga dengan syarat harus bisa berlaku adil, jika tidak bisa berbuat adil maka cukup satu saja. Islam datang bukan untuk mengumbar tetapi untuk membatasi agar seorang manusia tidak berlaku semena-mena terhadap yang lain.
Ketika pada prakteknya poligami banyak yang bermasalah maka sesungguhnya bukan aturannya yang salah, tapi pelakunyalah yang tidak bisa menerapkannya dengan benar. Mungkin belum mampu bersikap adil atau belum mampu secara finansial, belum mampu secara fisik atau malah tidak memahami aturan yang harus dipatuhi dalam berpoligami. Adanya masalah dalam poligami bukanlah alasan untuk mengganggap poligami sesuatu yang tidak baik. Sama halnya dengan pernikahan yang banyak bermasalah maka yang salah bukan aturan tentang pernikahan tapi pelakunya yang tidak bisa menerapkannya dengan benar. Apakah banyaknya masalah yang terjadi dalam pernikahan bahkan mungkin berujung pada perceraian membuat kita memandang bahwa pernikahan adalah sesuatu yang tidak baik?
Sudah saatnya kita memandang sesuatu dengan lebih arif dan bijaksana. Ketika kita memandang sebuah hukum Allah terlihat tidak sesuai dengan nafsu kita ingatlah firman Allah, "Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."QS. Al Baqarah:216. Allah adalah Sang Khalik, pencipta manusia. Maka Dialah yang paling tahu apa yang dibutuhkan dan apa yang terbaik bagi manusia.
sumber : Tafsir fii dzilalil Qur'an - Sayyid Qutb