Hai, Saya Story, mulai hari ini saya akan posting Cerita bersambung disini secara harian... semoga suka ya... and jangan lupa Comment untuk kritik, saran atau pujiannya... salam...
Namaku Dona, 33 tahun, rambutku pendek, kulitku putih, banyak yang bilang aku manis dan sedikit tomboy. Aku adalah ibu dari satu orang balita yang sangat pintar.. Argo namanya, dan seorang istri dari seorang suami yang sangat baik… Doni namanya. Semua berjalan begitu sempurna, tidak ada sedikitpun masalah dalam keluarga kami. Apa yang kami idam-idamkan sudah kami miliki. Harta, anak, suami yang baik, rumah yang indah, keluarga besar yang harmonis, semua sudah aku dapatkan. Bahkan ketika jutaan wanita masih bertanya apakah cinta sejati itu memang ada ? aku bahkan sudah menemukannya... dari Suamiku tercintaku… Doni Prakoso.
Sampai akhirnya kejadian itu datang, kejadian yang tidak pernah aku duga sebelumnya, kejadian yang merubah segalanya, segala sesuatu yang sangat sudah sempurna ini…
Dan ini adalah kisahku…
Hari itu hari selasa, jam 06.00 aku sudah sibuk didapur untuk menyiapkan sarapan suami tercintaku Doni. Walau aku juga bekerja tapi aku tidak pernah dan sebisa mungkin untuk tidak melepaskan kewajibanku sebagai seorang istri dan ibu rumah tangga, karena itu pula aku pagi ini sedang sibuk di dapur, wilayah kekuasaanku.
“Dooonn… celana dalamku dimana ya??” Tanya Doni sambil berjalan kearah dapur dengan hanya dibelit handuk. Dadanya yang bebulu dan perutnya yang cukup six pack, sudah menjadi pemandangan setiap hariku yang tidak pernah aku bosan. Pembantu kami memang tidak ikut menginap dirumah. Dia pulang kerumahnya selepas kami pulang dari pekerjaan dan kembali lagi ketika kami akan berangkat kerja, jam 7.30 pagi nanti.
“Nona maniiiiss… dimana celana dalamku…” Tanya Doni lagi sambil memeluk ku dari belakang. Tubuhnyay ang dingin segar dan gelinya bulu dadanya membuatku meronta.
“Iiihhh…. Doooonn… apaan sih…. Kita mau berangkat sayaaang…. Kataku manja dan berbalik arah sambil mengelus dadanya dan menapat manja kearah Doni.
Doni tersenyum.
“bagaimana kalau hari ini kita cuti sayang ???” kata Doni pelan dan langsung membopongku kedalam kamar. Aku hanya bisa meronta ringan sambil tersenyum. Dan situasi hangat seperti ini selalu kami alami hampir setiap hari. Tidak ada sekat yang aku sembunyikan dari doni dan begitupun sebaliknya, kami selalu saling memberi kehangatan tanpa ada perasaan sungkan dan Kehangatan Doni memang tidak pernah akan membosankanku…
Kehangatan kami selesai setelah argo, anak kami, menangis dari luar kamar. Kami segera merapikan badan kembali dan aku menuju kamar argo sedangkan Doni kembali mandi untuk kedua kalinya.
“sayang, celana dalammu ada di gantungan baju kamar sebelah kiri….” Kataku sambil menggendong argo keluar dari kamar.
Setelah aku rapi dengna pakaian kerjaku, tidak lama setelah itu pembantuku datang. Bi Enjun namanya. Wanita yang sudah sangat pantas aku panggil nenek. Usianyay ang sudah cukup tua, membuat Bi Enjun sangat baik dalam meladeni Argo anakku. Sengaja aku tidak mengambil baby sitter karena pada dasarnya ibu Mertuaku sangat rajin mampir kerumah kami untuk menjenguk cucu laki-laki pertamannya dan Bi Enjun adalah pembantu keluar besar mereka yang di “mutasi” atau di “hibah” kan untuk bekerja di rumahku dalam rangka ikut mengurus Argo dan memang pilihan ibu mertuaku tidak salah. Dan lagi rumah Bi Enjun memang sangat dekat dengan areal komplek rumah kami.
“Pagi nyonya…” kata Bi Enjun ketika dia berpapasan denganku di ruang tamu. Bungkuk hormatnya membuatku selalu risih dengan apa yang dia lakukan. Dan akupun tak bosan untuk bilang.
“Biii…. Udah deh jangan pake nyonya dan hormat segala.. biasa aja bi.. toh harusnya aku yang harus hormat sama bibi.. .. panggil aku Nak Dona aja.. biar lebih enak didengernya.. ya…??”
“Iya nyonya.. eh.. non… eh.. nak… tuh khan jadi malah ribet non… bibi ga papa kok nyonya.. udah kebiasaan… bibi panggil Nyonya aja ya ??” kata Bi Enjun tanpa kehilangan sedikitpun sopan santun yang memang sudah mendarah daging dalam dirinya
Jika sudah demikian aku hanya bisa senyum, dan Argo yang memang sduah sangat kenal dengan Bi Enjun, tidak menolak sedikitpun ketika pelukannya kepadaku aku pindah kepelukan Bi Enjun. Seolah Argo tau kalau kedua orang tua yang sangat mencintainya akan berangkat kerja.
Dari kejauhan aku melihat Bi Enjun mengajak Argo untuk melambaikan tangannya melepas kepergian kami.
Tempat kerjaku dan Doni tidak begitu jauh. Sehingga kami selalu berangkat berdua, Doni mengantarku terlebih dahulu sebelum dia melanjutkan ke kantornya.
“hati-hati ya ma…” kata Doni setelah mencium keningku dan aku keluar dari mobil.
“Okey.. you to honey…” jawabku dan melangkah menuju kantor.
Ketika aku didalam lift, HPku bergetar, aku memang memiliki kebiasaan untuk membedakan bunyi ringtoneku untuk tiap nomory ang kau anggap penting, sehingga kau bisal angsung memtuskan untuk mengangkat telepon tersebut atau tidak hanya dengan mendengar ringtonenya. Dan ringtone yang berbunyi sekarang adalah ringtone yang aku setting untuk mertuaku. Mertua yang paling sayang pada Argo anakku.
“Halo.. iya ma…” kataku sambil berjalan menuju lift. Tangnaku yang penuh dengan bawaan berusaha untuk menekan lift. Sampai tiba-tiba ada tangan seoarna pria yang dengan cepat membantu mendahuluiku memencet lift. Aku hanya senyum sekilas tanpa melihat wajahnya karena diseberang ibu mertuaku sudah bicara.
“Oh.. oke ma… bi Enjun sudah datang kok.. mama mau kerumah jam berapa??” kataku sambil menunggu lift tanpa memperhatikan pria dibelakangku yang sepertinay juga menunggu lift.
“oh mama udah di jalan.. ya udah kalo gitu… engga ma, aku ga pesan apa-apa.. kemarin aku baru belanja kok…” kata ku dan pintu lift terbuka. Aku segera masuk dan lagi-lagi aku tidak bisa memencet lantai tempat kerjaku. lalu aku melihat pria disampingku. Dia dengan tanpa mengeluarkan suara, menanyakan ke lantai berapa aku mau naik. Aku menjawabnya juga tanpa suara…
“17…’ kataku dengan bahasa bibir sesempurna mungkin. Dan dengan sigap pria itu memencetnya.
“Oke.. oke.. jadi mama malam ini mau menginap… ooohh… seneng bangeeett…. Iya ma.. iya.. byeee…” kataku dan Teleponpun terputus.
Setelah menyimpan HPku kedalam saku, aku sekilas menoleh ke Pria itu dan tersenyum.
“Terima kasih ya…” Kataku singkat.
Dia hanya senyum.
Cukup lama kami hanya diam didalam lift. Dan secara tidak sengaja aku melihat tombol-tombol di lift dan hanya lantai 17 yang menyala disana. Itu artinya pria inipun akan kelantai yang sama denganku. Tapi mengapa aku tidak pernah melihat dia sebelumnya…
“mau meeting ya mba ??” kata pria itu tiba-tiba.
aku sedikit kikuk... namun akhirnya menjawab.
“saya? “ Tanya ku singkat. Dia hanya mengangguk.
“Ah engga…. Emang tiap hari bawaan saya kaya gini…” jawabku kemudian.
Pria itu senyum.
Aku taksir umurnya tidak lebih dari 25 tahun, kulitnya yang putih, tinggi tubuh hampir sama dengan suamiku yang 175 cm, dan wajah yang polos juga hangat. Penampilannya yang rapi d n wangi harum dari parfum yang belum pernah aku cium sebelumnya namun sangat aku sukai. Membuat aku sedikit senang bisa satu lift dengan pria yang belum aku kenal ini.
Akhrinya kami sampai ke lantai 17. ketika lift terbuka pria ini walau berada di depan, tapi langsung kesamping dan memberi aku jalan untuk keluar lebih dulu. Aku tersenyum dan melangkah keluar. “terima kasih..” jawabku singkat.
Namun lagi-lagi aku kesulitan untuk membuka pintu. Dan dengan sigap lagi pria ini menolongku. Pintu masuk ruang kantorku memang berhadapan dengan meja sekertarisku. Lani sekertarisku sedikit kaget dan aneh melihat kemunculanku dengan pria yang sejak tadi menolongku ini. Aku hanya bisa senyum dan membuat expresi wajah untuk menyuruhnya diam.
Aku langsung masuk keruangan ku tanpa sempat berterimak asih kembali kepada pria itu. Aku anggap terima aksihku sudah cukup satu kali saja padanya. Namun sekilas aku lihat pria itu berbicara dwengan sekertarisku. Dan tidak lama kemudian sekertarisku menuju ruanganku.
“Bu Dona, kandidat pengganti Ridwan sduah datang bu… kapan ibu bisa interview ??” kata Lani sambil senyum nakal.
“apa??... ooohh… oke.. oke.. suruh tunggu sebentar…dan kau lani, hentikan senyum mesummu itu!!” jawabku sedikti panic dan marah, entah kenapa, jantungku sedikit berdebar dengan kejadian hari ini.
To Be Continued.
Namaku Dona, 33 tahun, rambutku pendek, kulitku putih, banyak yang bilang aku manis dan sedikit tomboy. Aku adalah ibu dari satu orang balita yang sangat pintar.. Argo namanya, dan seorang istri dari seorang suami yang sangat baik… Doni namanya. Semua berjalan begitu sempurna, tidak ada sedikitpun masalah dalam keluarga kami. Apa yang kami idam-idamkan sudah kami miliki. Harta, anak, suami yang baik, rumah yang indah, keluarga besar yang harmonis, semua sudah aku dapatkan. Bahkan ketika jutaan wanita masih bertanya apakah cinta sejati itu memang ada ? aku bahkan sudah menemukannya... dari Suamiku tercintaku… Doni Prakoso.
Sampai akhirnya kejadian itu datang, kejadian yang tidak pernah aku duga sebelumnya, kejadian yang merubah segalanya, segala sesuatu yang sangat sudah sempurna ini…
Dan ini adalah kisahku…
Hari itu hari selasa, jam 06.00 aku sudah sibuk didapur untuk menyiapkan sarapan suami tercintaku Doni. Walau aku juga bekerja tapi aku tidak pernah dan sebisa mungkin untuk tidak melepaskan kewajibanku sebagai seorang istri dan ibu rumah tangga, karena itu pula aku pagi ini sedang sibuk di dapur, wilayah kekuasaanku.
“Dooonn… celana dalamku dimana ya??” Tanya Doni sambil berjalan kearah dapur dengan hanya dibelit handuk. Dadanya yang bebulu dan perutnya yang cukup six pack, sudah menjadi pemandangan setiap hariku yang tidak pernah aku bosan. Pembantu kami memang tidak ikut menginap dirumah. Dia pulang kerumahnya selepas kami pulang dari pekerjaan dan kembali lagi ketika kami akan berangkat kerja, jam 7.30 pagi nanti.
“Nona maniiiiss… dimana celana dalamku…” Tanya Doni lagi sambil memeluk ku dari belakang. Tubuhnyay ang dingin segar dan gelinya bulu dadanya membuatku meronta.
“Iiihhh…. Doooonn… apaan sih…. Kita mau berangkat sayaaang…. Kataku manja dan berbalik arah sambil mengelus dadanya dan menapat manja kearah Doni.
Doni tersenyum.
“bagaimana kalau hari ini kita cuti sayang ???” kata Doni pelan dan langsung membopongku kedalam kamar. Aku hanya bisa meronta ringan sambil tersenyum. Dan situasi hangat seperti ini selalu kami alami hampir setiap hari. Tidak ada sekat yang aku sembunyikan dari doni dan begitupun sebaliknya, kami selalu saling memberi kehangatan tanpa ada perasaan sungkan dan Kehangatan Doni memang tidak pernah akan membosankanku…
Kehangatan kami selesai setelah argo, anak kami, menangis dari luar kamar. Kami segera merapikan badan kembali dan aku menuju kamar argo sedangkan Doni kembali mandi untuk kedua kalinya.
“sayang, celana dalammu ada di gantungan baju kamar sebelah kiri….” Kataku sambil menggendong argo keluar dari kamar.
Setelah aku rapi dengna pakaian kerjaku, tidak lama setelah itu pembantuku datang. Bi Enjun namanya. Wanita yang sudah sangat pantas aku panggil nenek. Usianyay ang sudah cukup tua, membuat Bi Enjun sangat baik dalam meladeni Argo anakku. Sengaja aku tidak mengambil baby sitter karena pada dasarnya ibu Mertuaku sangat rajin mampir kerumah kami untuk menjenguk cucu laki-laki pertamannya dan Bi Enjun adalah pembantu keluar besar mereka yang di “mutasi” atau di “hibah” kan untuk bekerja di rumahku dalam rangka ikut mengurus Argo dan memang pilihan ibu mertuaku tidak salah. Dan lagi rumah Bi Enjun memang sangat dekat dengan areal komplek rumah kami.
“Pagi nyonya…” kata Bi Enjun ketika dia berpapasan denganku di ruang tamu. Bungkuk hormatnya membuatku selalu risih dengan apa yang dia lakukan. Dan akupun tak bosan untuk bilang.
“Biii…. Udah deh jangan pake nyonya dan hormat segala.. biasa aja bi.. toh harusnya aku yang harus hormat sama bibi.. .. panggil aku Nak Dona aja.. biar lebih enak didengernya.. ya…??”
“Iya nyonya.. eh.. non… eh.. nak… tuh khan jadi malah ribet non… bibi ga papa kok nyonya.. udah kebiasaan… bibi panggil Nyonya aja ya ??” kata Bi Enjun tanpa kehilangan sedikitpun sopan santun yang memang sudah mendarah daging dalam dirinya
Jika sudah demikian aku hanya bisa senyum, dan Argo yang memang sduah sangat kenal dengan Bi Enjun, tidak menolak sedikitpun ketika pelukannya kepadaku aku pindah kepelukan Bi Enjun. Seolah Argo tau kalau kedua orang tua yang sangat mencintainya akan berangkat kerja.
Dari kejauhan aku melihat Bi Enjun mengajak Argo untuk melambaikan tangannya melepas kepergian kami.
Tempat kerjaku dan Doni tidak begitu jauh. Sehingga kami selalu berangkat berdua, Doni mengantarku terlebih dahulu sebelum dia melanjutkan ke kantornya.
“hati-hati ya ma…” kata Doni setelah mencium keningku dan aku keluar dari mobil.
“Okey.. you to honey…” jawabku dan melangkah menuju kantor.
Ketika aku didalam lift, HPku bergetar, aku memang memiliki kebiasaan untuk membedakan bunyi ringtoneku untuk tiap nomory ang kau anggap penting, sehingga kau bisal angsung memtuskan untuk mengangkat telepon tersebut atau tidak hanya dengan mendengar ringtonenya. Dan ringtone yang berbunyi sekarang adalah ringtone yang aku setting untuk mertuaku. Mertua yang paling sayang pada Argo anakku.
“Halo.. iya ma…” kataku sambil berjalan menuju lift. Tangnaku yang penuh dengan bawaan berusaha untuk menekan lift. Sampai tiba-tiba ada tangan seoarna pria yang dengan cepat membantu mendahuluiku memencet lift. Aku hanya senyum sekilas tanpa melihat wajahnya karena diseberang ibu mertuaku sudah bicara.
“Oh.. oke ma… bi Enjun sudah datang kok.. mama mau kerumah jam berapa??” kataku sambil menunggu lift tanpa memperhatikan pria dibelakangku yang sepertinay juga menunggu lift.
“oh mama udah di jalan.. ya udah kalo gitu… engga ma, aku ga pesan apa-apa.. kemarin aku baru belanja kok…” kata ku dan pintu lift terbuka. Aku segera masuk dan lagi-lagi aku tidak bisa memencet lantai tempat kerjaku. lalu aku melihat pria disampingku. Dia dengan tanpa mengeluarkan suara, menanyakan ke lantai berapa aku mau naik. Aku menjawabnya juga tanpa suara…
“17…’ kataku dengan bahasa bibir sesempurna mungkin. Dan dengan sigap pria itu memencetnya.
“Oke.. oke.. jadi mama malam ini mau menginap… ooohh… seneng bangeeett…. Iya ma.. iya.. byeee…” kataku dan Teleponpun terputus.
Setelah menyimpan HPku kedalam saku, aku sekilas menoleh ke Pria itu dan tersenyum.
“Terima kasih ya…” Kataku singkat.
Dia hanya senyum.
Cukup lama kami hanya diam didalam lift. Dan secara tidak sengaja aku melihat tombol-tombol di lift dan hanya lantai 17 yang menyala disana. Itu artinya pria inipun akan kelantai yang sama denganku. Tapi mengapa aku tidak pernah melihat dia sebelumnya…
“mau meeting ya mba ??” kata pria itu tiba-tiba.
aku sedikit kikuk... namun akhirnya menjawab.
“saya? “ Tanya ku singkat. Dia hanya mengangguk.
“Ah engga…. Emang tiap hari bawaan saya kaya gini…” jawabku kemudian.
Pria itu senyum.
Aku taksir umurnya tidak lebih dari 25 tahun, kulitnya yang putih, tinggi tubuh hampir sama dengan suamiku yang 175 cm, dan wajah yang polos juga hangat. Penampilannya yang rapi d n wangi harum dari parfum yang belum pernah aku cium sebelumnya namun sangat aku sukai. Membuat aku sedikit senang bisa satu lift dengan pria yang belum aku kenal ini.
Akhrinya kami sampai ke lantai 17. ketika lift terbuka pria ini walau berada di depan, tapi langsung kesamping dan memberi aku jalan untuk keluar lebih dulu. Aku tersenyum dan melangkah keluar. “terima kasih..” jawabku singkat.
Namun lagi-lagi aku kesulitan untuk membuka pintu. Dan dengan sigap lagi pria ini menolongku. Pintu masuk ruang kantorku memang berhadapan dengan meja sekertarisku. Lani sekertarisku sedikit kaget dan aneh melihat kemunculanku dengan pria yang sejak tadi menolongku ini. Aku hanya bisa senyum dan membuat expresi wajah untuk menyuruhnya diam.
Aku langsung masuk keruangan ku tanpa sempat berterimak asih kembali kepada pria itu. Aku anggap terima aksihku sudah cukup satu kali saja padanya. Namun sekilas aku lihat pria itu berbicara dwengan sekertarisku. Dan tidak lama kemudian sekertarisku menuju ruanganku.
“Bu Dona, kandidat pengganti Ridwan sduah datang bu… kapan ibu bisa interview ??” kata Lani sambil senyum nakal.
“apa??... ooohh… oke.. oke.. suruh tunggu sebentar…dan kau lani, hentikan senyum mesummu itu!!” jawabku sedikti panic dan marah, entah kenapa, jantungku sedikit berdebar dengan kejadian hari ini.
To Be Continued.