• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Sunday Worship

Catholic

IndoForum Newbie B
No. Urut
37882
Sejak
27 Mar 2008
Pesan
184
Nilai reaksi
1
Poin
18
I. Tuhan memerintahkan hari Sabbat sebagai hari Tuhan.

1.Sabat (Ibrani: shabbath) adalah dimulai dari hari Jum’at sore (matahari terbenam) sampai sabtu sore (matahari terbenam). Dan secara prinsip, Allah menginginkan manusia untuk menyembah-Nya secara khusus, karena Allah adalah pencipta dan pemelihara kehidupan.
2.Sabat, hari ke tujuh dalam penciptaan, adalah hari khusus yang diberkati dan dikuduskan oleh Allah, karena Allah berhenti dari segala pekerjaan ciptaan yang telah dibuat-Nya (lih. Kej 2:2-3; Kel 20:11).
3.Tuhan melarang umat-Nya untuk bekerja pada hari Sabat, karena hari itu adalah yang dikuduskan oleh Allah (Kel 20:9-11).
4.Allah memerintahkan untuk memelihara hari Sabat (Im 19:3, Im 19:30).
5.Sabat merupakan tanda peringatan antara manusia dengan Allah dan menjadikannya perjanjian kekal (lih. Kel 31:13; Kel 31:16; Kel 31:17).
6.Yang melanggar hari Sabat dihukum mati (lih. Kel 31:14; Kel 31:15; Bil 15:32-36).
7.Dari ayat-ayat tersebut di atas, dan masih banyak ayat-ayat yang lain, hari Sabat memang ditentukan oleh Tuhan sendiri yang harus dijalankan oleh umat-Nya secara turun-temurun.​

II. Perjanjian Baru menggenapi dan menyempurnakan Perjanjian Lama.

1.Kita masih mengingat bahwa Yesus sendiri beberapa kali berdebat dengan kaum farisi yang memberikan beban yang tak tertanggungkan kepada manusia (Mat 23:4) dan kemudian Yesus menyatakan bahwa hari Sabat dibuat untuk manusia, bukan sebaliknya (Mk 2:27).
2.Yesus sendiri menyembuhkan orang pada hari Sabat dan membela muridnya ketika mereka mengambil makanan di ladang, dan Yesus mengutip tentang apa yang dilakukan oleh Daud (Mat 12:3; Mk 2:25; Luk 6:3; Lk 14:5).
3.Kebangkitan Yesus terjadi pada hari Minggu, yang disebut sebagai hari pertama di dalam minggu (Luk 24:1)
4.Tuhan Yesus menampakkan diri dalam perjalanan ke Emmaus, dan melakukan pemecahan roti di depan murid-murid-Nya pada hari kebangkitan-Nya, yaitu hari Minggu, hari pertama minggu itu (Luk 24:13-35, Luk 24:1).
5.Rasul Paulus mengatakan bahwa hari Sabat tidak mengikat umat Kristen (Col 2:16; Gal 4:9-10; Rom 14:5).
6.Jemaat Kristen perdana yang non Yahudi merayakan hari Tuhan pada hari Minggu (Kis 20:7; 1 Kor 16:2). Selanjutnya, maka perayaan hari Tuhan bagi umat Kristen adalah hari Minggu yang dikatakan sebagai hari pertama di dalam minggu, dan bukan hari terakhir dalam minggu (bukan Sabat).
III. Ajaran dari Bapa Gereja.

1.Lebih lanjut, St. Ignasius dari Antioch (45-110) mengatakan bahwa seorang Kristen tidak terikat oleh hari Sabat namun hari ke delapan, atau hari permulaan minggu, atau Hari Minggu, karena pada hari itulah Kristus bangkit (Epistle of Barnabas XV).
2.Demikian juga dengan St. Justin Martir, Tertullian, mengingatkan bahwa untuk umat Kristen, hari Tuhan adalah hari Minggu.
3.Dan setelah agama Kristen menjadi agama negara, maka Gereja, di Konsili Elvira (300), Konsili Laodicea (abad ke-4), Konsili Orleans (538), mengharuskan umat Kristen untuk beribadah pada hari Minggu.​

IV. Alasan teologi

1.Secara teologi perayaan hari Tuhan pada hari Minggu dapat dipertanggungjawabkan, yaitu dengan alasan: 1) Kita tidak merayakan hari terakhir penciptaan, namun hari pertama penciptaan. Hal ini disebabkan karena di dalam Kristus, dengan pembaptisan, umat Kristen menjadi manusia ciptaan yang baru. Dan kita menjadi ciptaan baru karena kebangkitan Kristus, yang terjadi pada hari Minggu.
2.Orang yang merayakan hari Tuhan pada hari Sabat seolah-olah mereka masih terikat dengan tradisi, dan belum hidup baru dalam Kristus (lih. Kis 20:7; 1 Kor 16:2).​

Dari keterangan tersebut di atas, kita melihat bukan Gereja Katolik yang merubahnya pada jaman kaisar Konstantin, namun Gereja mengikuti apa yang difirmankan oleh Allah di dalam Perjanjian Baru, sebagai pemenuhan dan penyempurnaan Perjanjian Lama. Dan hal ini juga telah dilaksanakan oleh jemaat perdana sebelum jaman Konstantin.

Demikian jawaban yang dapat saya sampaikan untuk point E. Mari kita bersama-sama mensyukuri akan karunia hari Minggu, hari bagi umat Kristen untuk beribadah kepada Tuhan secara khusus. Namun kita juga dipanggil untuk beribadah setiap hari, dengan ucapan syukur dan senantiasa mengingat Yesus dalam kehidupan keseharian kita. Terpujilah Tuhan….

...

1) Pertanyaaan selanjutnya adalah apakah Sabat yang diperintahkan di dalam Perjanjian Lama tidak mengikat lagi? Untuk menjawab pertanyaan ini, St. Thomas Aquinas (ST, I-II, q. 98-108) mengatakan bahwa ada 3 macam hukum di dalam Perjanjian Lama, yaitu:

a) Moral Law: Moral Law atau hukum moral adalah menjadi bagian dari hukum kodrati, hukum yang menjadi bagian dari kodrat manusia, sehingga Rasul Paulus mengatakan “Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela” (Rom 2:15). Contoh dari hukum ini adalah yang tertulis di 10 perintah Allah, dimana terdiri dari dua loh batu, yang mencerminkan kasih kepada Allah (perintah 1-3) dan juga kasih kepada sesama (perintah 4-10). Hukum kodrati ini adalah hukum yang tetap mengikat (bahkan sampai sekarang) dan dipenuhi dengan kedatangan Kristus, karena hukum kodrati ini adalah merupakan partisipasi di dalam hukum Tuhan.

b) Ceremonial law atau hukum seremonial: sebagai suatu ekpresi untuk memisahkan sesuatu yang sakral dari yang duniawi yang juga berdasarkan prinsip hukum kodrat, seperti: hukum persembahan, tentang kesakralan, proses penyucian untuk persembahan, tentang makanan, pakaian, sikap, dll. Hukum ini tidak lagi berlaku dengan kedatangan Kristus, karena Kristus sendiri adalah persembahan yang sempurna; sebab Kristus menjadi Anak Domba Allah yang dikurbankan demi menebus dosa-dosa dunia. Maka kurban sembelihan seperti yang disyaratkan di dalam Perjanjian Lama tidak lagi diperlukan, karena telah disempurnakan di dalam kurban Kristus di dalam Perjanjian Baru. Itulah sebabnya di Gereja Katolik sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Yesus dan juga para rasul (Petrus dan Paulus) tidak mempermasalahkan makanan-makanan persembahan, karena bukan yang masuk yang najis, namun yang keluar. Ulasan ini dapat melihat di jawaban ini (silakan klik ini).

c) Judicial law: Ini adalah merupakan suatu ketentuan yang menetapkan hukuman (sangsi) sehingga peraturan dapat dijalankan dengan baik. Oleh karena itu, maka peraturan ini sangat rinci, terutama untuk mengatur hubungan dengan sesama, seperti: peraturan untuk penguasa, bagaimana memperlakukan orang asing, dll. Dalam Perjanjian Lama, Judicial law ini ditetapkan sesuai dengan tradisi bangsa Yahudi. Contoh dari judicial law: kalau mencuri domba harus dikembalikan empat kali lipat (Kel 22:1), hukum cambuk tidak boleh lebih dari empat puluh kali (Ul 25:3), memberikan persembahan persepuluhan (Mal 3:6-12). Setelah kedatangan Kristus di Perjanjian Baru, maka judicial law ini tidak berlaku lagi; sebab Kristus membuka pintu keselamatan bagi bangsa-bangsa lain, sehingga ketentuan hukuman (sangsi) diserahkan kepada pemerintahan bangsa-bangsa lain tersebut, dan di dalam konteks umat Kristiani, maka judicial law ditetapkan oleh Gereja Katolik yang memiliki anggota dari seluruh bangsa.​

Jadi tradisi dan law yang bersifat ceremonial law dan judicial law harus dilakukan dalam terang Perjanjian Baru, seperti yang saya tulis di atas.

Tanpa perbedaan tersebut di atas, maka kita dapat terjebak pada pemikiran bahwa semua yang dituliskan di dalam Perjanjian Lama harus dijalankan secara persis, yang berarti kita harus menjalankan semua hal yang ditulis di dalam kitab Imamat. Cobalah anda membandingkan akan perintah Tuhan yang diberikan di kitab Imamat dan apakah kita masih tetap menjalankannya? Banyak hal yang tidak kita jalankan, karena yang tercantum di dalam Kitab Imamat adalah merupakan “ceremonial law” dan “judicial law“, yang telah diperbaharui di dalam Kristus. Jadi, hari Sabat dalam hal ini termasuk dalam “moral law” yang tetap berlaku sampai saat ini dalam konteks untuk memberikan hari khusus untuk beribadah kepada Tuhan. Sedangkan tentang harinya, bukanlah termasuk dalam moral law, sehingga kalau kita melihat jemaat perdana telah beribadah pada hari Minggu. Dan ini juga ditegaskan oleh para Bapa Gereja.

2) Nubuat Yesaya 66:22-23 mengatakan “22 Sebab sama seperti langit yang baru dan bumi yang baru yang akan Kujadikan itu, tinggal tetap di hadapan-Ku, demikianlah firman TUHAN, demikianlah keturunanmu dan namamu akan tinggal tetap. 23 Bulan berganti bulan, dan Sabat berganti Sabat, maka seluruh umat manusia akan datang untuk sujud menyembah di hadapan-Ku, firman TUHAN.” Tentu saja Firman ini akan terus berlangsung, namun kita juga harus melihatnya di dalam terang Perjanjian Baru (lih. Mt 24:30; 2 Pet 3:13; Why 21:1, dll.) Dengan demikian, hari Sabat juga harus dilihat dalam terang Perjanjian Baru, yaitu dalam terang kebangkitan Kristus yang jatuh pada hari Minggu, dimana kebangkitan ini adalah merupakan iman dan pengharapan umat Kristen. Dan rasul Paulus mengatakan “Dan selanjutnya kata Yesaya: “Taruk dari pangkal Isai akan terbit, dan Ia akan bangkit untuk memerintah bangsa-bangsa, dan kepada-Nyalah bangsa-bangsa akan menaruh harapan.” (Rm 15:12).

3) Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tidak bertentangan satu sama lain. Hubungan antara keduanya diterangkan dalam Katekismus Gereja Katolik,

(KGK, 121-123)
KGK, 121 – “Perjanjian Lama adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Kitab Suci. Buku-bukunya diilhami secara ilahi dan tetap memiliki nilainya (Bdk. DV 14.) karena Perjanjian Lama tidak pernah dibatalkan.“
KGK, 122 – “Tata keselamatan Perjanjian Lama terutama dimaksudkan untuk menyiapkan kedatangan Kristus Penebus seluruh dunia.” Meskipun kitab-kitab Perjanjian Lama “juga mencantum hal-hal yang tidak sempurna dan bersifat sementara, kitab-kitab itu memaparkan cara pendidikan ilahi yang sejati. … Kitab-kitab itu mencantum ajaran-ajaran yang luhur tentang Allah serta kebijaksanaan yang menyelamatkan tentang peri hidup manusia, pun juga perbendaharaan doa-doa yang menakjubkan, akhirnya secara terselubung [mereka] mengemban rahasia keselamatan kita” (DV 15).”
KGK, 123 – “Umat Kristen menghormati Perjanjian Lama sebagai Sabda Allah yang benar. Gereja tetap menolak dengan tegas gagasan untuk menghilangkan Perjanjian Lama, karena Perjanjian Baru sudah menggantikannya [Markionisme].”

4) Apakah dengan demikian Tuhan berubah-ubah karena merubah hari Sabat ke Hari Minggu? Tuhan tidak berubah-ubah dalam memberikan perintah untuk menguduskan hari Tuhan. Yang berubah adalah masalah hari, dari Sabat (Sabtu) menjadi hari Minggu, yang bukan merupakan moral law – sehingga dapat berubah. Dan perubahan ini adalah suatu perubahan yang didasarkan oleh kepenuhan rencana keselamatan Allah, yaitu pada kebangkitan Kristus yang jatuh pada hari Minggu. Dengan beribadah pada hari Minggu, umat Kristen menyatakan bahwa mereka mempunyai hukum yang baru, yaitu hukum rahmat yang membebaskan, di mana rasul Paulus mengatakan “Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia.” (Rm 6:14).

5) Tentang kesimpulan bahwa kesalahan umat Kristen adalah mengagungkan Tuhan Yesus dan menolak hukum hari Sabat, maka saya mengatakan bahwa itu bukanlah kesalahan, namun suatu kebenaran yang berdasarkan akan iman akan Yesus dan mengikuti para murid yang beribadah pada hari Minggu dan bukan pada hari Sabat. Dan saya pikir, penjelasan point 1 – tentang moral law, ceremonial law, dan judicial law - telah menjelaskan hal ini. Kalau orang yang menyalahkan umat Kristen yang beribadah pada hari Sabat, dengan alasan karena Perjanjian Lama mengharuskannya, maka mereka juga harus konsisten untuk menjalankan semua peraturan yang disebutkan di dalam Kitab Imamat. Dan kalau alasan mereka adalah hari Sabat dirubah oleh Gereja, mereka harus melihat bagaimana para murid di dalam Perjanjian Baru, yang beribadat pada hari Minggu, yang juga diperkuat dari tulisan para Bapa Gereja di abad-abad awal.

Jawaban dikutip dari katolisitas.org
 
I. Tuhan memerintahkan hari Sabbat sebagai hari Tuhan.

1.Sabat (Ibrani: shabbath) adalah dimulai dari hari Jum’at sore (matahari terbenam) sampai sabtu sore (matahari terbenam). Dan secara prinsip, Allah menginginkan manusia untuk menyembah-Nya secara khusus, karena Allah adalah pencipta dan pemelihara kehidupan.
2.Sabat, hari ke tujuh dalam penciptaan, adalah hari khusus yang diberkati dan dikuduskan oleh Allah, karena Allah berhenti dari segala pekerjaan ciptaan yang telah dibuat-Nya (lih. Kej 2:2-3; Kel 20:11).
3.Tuhan melarang umat-Nya untuk bekerja pada hari Sabat, karena hari itu adalah yang dikuduskan oleh Allah (Kel 20:9-11).
4.Allah memerintahkan untuk memelihara hari Sabat (Im 19:3, Im 19:30).
5.Sabat merupakan tanda peringatan antara manusia dengan Allah dan menjadikannya perjanjian kekal (lih. Kel 31:13; Kel 31:16; Kel 31:17).
6.Yang melanggar hari Sabat dihukum mati (lih. Kel 31:14; Kel 31:15; Bil 15:32-36).
7.Dari ayat-ayat tersebut di atas, dan masih banyak ayat-ayat yang lain, hari Sabat memang ditentukan oleh Tuhan sendiri yang harus dijalankan oleh umat-Nya secara turun-temurun.​

II. Perjanjian Baru menggenapi dan menyempurnakan Perjanjian Lama.

1.Kita masih mengingat bahwa Yesus sendiri beberapa kali berdebat dengan kaum farisi yang memberikan beban yang tak tertanggungkan kepada manusia (Mat 23:4) dan kemudian Yesus menyatakan bahwa hari Sabat dibuat untuk manusia, bukan sebaliknya (Mk 2:27).
2.Yesus sendiri menyembuhkan orang pada hari Sabat dan membela muridnya ketika mereka mengambil makanan di ladang, dan Yesus mengutip tentang apa yang dilakukan oleh Daud (Mat 12:3; Mk 2:25; Luk 6:3; Lk 14:5).
3.Kebangkitan Yesus terjadi pada hari Minggu, yang disebut sebagai hari pertama di dalam minggu (Luk 24:1)
4.Tuhan Yesus menampakkan diri dalam perjalanan ke Emmaus, dan melakukan pemecahan roti di depan murid-murid-Nya pada hari kebangkitan-Nya, yaitu hari Minggu, hari pertama minggu itu (Luk 24:13-35, Luk 24:1).
5.Rasul Paulus mengatakan bahwa hari Sabat tidak mengikat umat Kristen (Col 2:16; Gal 4:9-10; Rom 14:5).
6.Jemaat Kristen perdana yang non Yahudi merayakan hari Tuhan pada hari Minggu (Kis 20:7; 1 Kor 16:2). Selanjutnya, maka perayaan hari Tuhan bagi umat Kristen adalah hari Minggu yang dikatakan sebagai hari pertama di dalam minggu, dan bukan hari terakhir dalam minggu (bukan Sabat).
III. Ajaran dari Bapa Gereja.

1.Lebih lanjut, St. Ignasius dari Antioch (45-110) mengatakan bahwa seorang Kristen tidak terikat oleh hari Sabat namun hari ke delapan, atau hari permulaan minggu, atau Hari Minggu, karena pada hari itulah Kristus bangkit (Epistle of Barnabas XV).
2.Demikian juga dengan St. Justin Martir, Tertullian, mengingatkan bahwa untuk umat Kristen, hari Tuhan adalah hari Minggu.
3.Dan setelah agama Kristen menjadi agama negara, maka Gereja, di Konsili Elvira (300), Konsili Laodicea (abad ke-4), Konsili Orleans (538), mengharuskan umat Kristen untuk beribadah pada hari Minggu.​

IV. Alasan teologi

1.Secara teologi perayaan hari Tuhan pada hari Minggu dapat dipertanggungjawabkan, yaitu dengan alasan: 1) Kita tidak merayakan hari terakhir penciptaan, namun hari pertama penciptaan. Hal ini disebabkan karena di dalam Kristus, dengan pembaptisan, umat Kristen menjadi manusia ciptaan yang baru. Dan kita menjadi ciptaan baru karena kebangkitan Kristus, yang terjadi pada hari Minggu.
2.Orang yang merayakan hari Tuhan pada hari Sabat seolah-olah mereka masih terikat dengan tradisi, dan belum hidup baru dalam Kristus (lih. Kis 20:7; 1 Kor 16:2).​

Dari keterangan tersebut di atas, kita melihat bukan Gereja Katolik yang merubahnya pada jaman kaisar Konstantin, namun Gereja mengikuti apa yang difirmankan oleh Allah di dalam Perjanjian Baru, sebagai pemenuhan dan penyempurnaan Perjanjian Lama. Dan hal ini juga telah dilaksanakan oleh jemaat perdana sebelum jaman Konstantin.

Demikian jawaban yang dapat saya sampaikan untuk point E. Mari kita bersama-sama mensyukuri akan karunia hari Minggu, hari bagi umat Kristen untuk beribadah kepada Tuhan secara khusus. Namun kita juga dipanggil untuk beribadah setiap hari, dengan ucapan syukur dan senantiasa mengingat Yesus dalam kehidupan keseharian kita. Terpujilah Tuhan….

...

1) Pertanyaaan selanjutnya adalah apakah Sabat yang diperintahkan di dalam Perjanjian Lama tidak mengikat lagi? Untuk menjawab pertanyaan ini, St. Thomas Aquinas (ST, I-II, q. 98-108) mengatakan bahwa ada 3 macam hukum di dalam Perjanjian Lama, yaitu:

a) Moral Law: Moral Law atau hukum moral adalah menjadi bagian dari hukum kodrati, hukum yang menjadi bagian dari kodrat manusia, sehingga Rasul Paulus mengatakan “Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela” (Rom 2:15). Contoh dari hukum ini adalah yang tertulis di 10 perintah Allah, dimana terdiri dari dua loh batu, yang mencerminkan kasih kepada Allah (perintah 1-3) dan juga kasih kepada sesama (perintah 4-10). Hukum kodrati ini adalah hukum yang tetap mengikat (bahkan sampai sekarang) dan dipenuhi dengan kedatangan Kristus, karena hukum kodrati ini adalah merupakan partisipasi di dalam hukum Tuhan.

b) Ceremonial law atau hukum seremonial: sebagai suatu ekpresi untuk memisahkan sesuatu yang sakral dari yang duniawi yang juga berdasarkan prinsip hukum kodrat, seperti: hukum persembahan, tentang kesakralan, proses penyucian untuk persembahan, tentang makanan, pakaian, sikap, dll. Hukum ini tidak lagi berlaku dengan kedatangan Kristus, karena Kristus sendiri adalah persembahan yang sempurna; sebab Kristus menjadi Anak Domba Allah yang dikurbankan demi menebus dosa-dosa dunia. Maka kurban sembelihan seperti yang disyaratkan di dalam Perjanjian Lama tidak lagi diperlukan, karena telah disempurnakan di dalam kurban Kristus di dalam Perjanjian Baru. Itulah sebabnya di Gereja Katolik sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Yesus dan juga para rasul (Petrus dan Paulus) tidak mempermasalahkan makanan-makanan persembahan, karena bukan yang masuk yang najis, namun yang keluar. Ulasan ini dapat melihat di jawaban ini (silakan klik ini).

c) Judicial law: Ini adalah merupakan suatu ketentuan yang menetapkan hukuman (sangsi) sehingga peraturan dapat dijalankan dengan baik. Oleh karena itu, maka peraturan ini sangat rinci, terutama untuk mengatur hubungan dengan sesama, seperti: peraturan untuk penguasa, bagaimana memperlakukan orang asing, dll. Dalam Perjanjian Lama, Judicial law ini ditetapkan sesuai dengan tradisi bangsa Yahudi. Contoh dari judicial law: kalau mencuri domba harus dikembalikan empat kali lipat (Kel 22:1), hukum cambuk tidak boleh lebih dari empat puluh kali (Ul 25:3), memberikan persembahan persepuluhan (Mal 3:6-12). Setelah kedatangan Kristus di Perjanjian Baru, maka judicial law ini tidak berlaku lagi; sebab Kristus membuka pintu keselamatan bagi bangsa-bangsa lain, sehingga ketentuan hukuman (sangsi) diserahkan kepada pemerintahan bangsa-bangsa lain tersebut, dan di dalam konteks umat Kristiani, maka judicial law ditetapkan oleh Gereja Katolik yang memiliki anggota dari seluruh bangsa.​

Jadi tradisi dan law yang bersifat ceremonial law dan judicial law harus dilakukan dalam terang Perjanjian Baru, seperti yang saya tulis di atas.

Tanpa perbedaan tersebut di atas, maka kita dapat terjebak pada pemikiran bahwa semua yang dituliskan di dalam Perjanjian Lama harus dijalankan secara persis, yang berarti kita harus menjalankan semua hal yang ditulis di dalam kitab Imamat. Cobalah anda membandingkan akan perintah Tuhan yang diberikan di kitab Imamat dan apakah kita masih tetap menjalankannya? Banyak hal yang tidak kita jalankan, karena yang tercantum di dalam Kitab Imamat adalah merupakan “ceremonial law” dan “judicial law“, yang telah diperbaharui di dalam Kristus. Jadi, hari Sabat dalam hal ini termasuk dalam “moral law” yang tetap berlaku sampai saat ini dalam konteks untuk memberikan hari khusus untuk beribadah kepada Tuhan. Sedangkan tentang harinya, bukanlah termasuk dalam moral law, sehingga kalau kita melihat jemaat perdana telah beribadah pada hari Minggu. Dan ini juga ditegaskan oleh para Bapa Gereja.

2) Nubuat Yesaya 66:22-23 mengatakan “22 Sebab sama seperti langit yang baru dan bumi yang baru yang akan Kujadikan itu, tinggal tetap di hadapan-Ku, demikianlah firman TUHAN, demikianlah keturunanmu dan namamu akan tinggal tetap. 23 Bulan berganti bulan, dan Sabat berganti Sabat, maka seluruh umat manusia akan datang untuk sujud menyembah di hadapan-Ku, firman TUHAN.” Tentu saja Firman ini akan terus berlangsung, namun kita juga harus melihatnya di dalam terang Perjanjian Baru (lih. Mt 24:30; 2 Pet 3:13; Why 21:1, dll.) Dengan demikian, hari Sabat juga harus dilihat dalam terang Perjanjian Baru, yaitu dalam terang kebangkitan Kristus yang jatuh pada hari Minggu, dimana kebangkitan ini adalah merupakan iman dan pengharapan umat Kristen. Dan rasul Paulus mengatakan “Dan selanjutnya kata Yesaya: “Taruk dari pangkal Isai akan terbit, dan Ia akan bangkit untuk memerintah bangsa-bangsa, dan kepada-Nyalah bangsa-bangsa akan menaruh harapan.” (Rm 15:12).

3) Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tidak bertentangan satu sama lain. Hubungan antara keduanya diterangkan dalam Katekismus Gereja Katolik,

(KGK, 121-123)
KGK, 121 – “Perjanjian Lama adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Kitab Suci. Buku-bukunya diilhami secara ilahi dan tetap memiliki nilainya (Bdk. DV 14.) karena Perjanjian Lama tidak pernah dibatalkan.“
KGK, 122 – “Tata keselamatan Perjanjian Lama terutama dimaksudkan untuk menyiapkan kedatangan Kristus Penebus seluruh dunia.” Meskipun kitab-kitab Perjanjian Lama “juga mencantum hal-hal yang tidak sempurna dan bersifat sementara, kitab-kitab itu memaparkan cara pendidikan ilahi yang sejati. … Kitab-kitab itu mencantum ajaran-ajaran yang luhur tentang Allah serta kebijaksanaan yang menyelamatkan tentang peri hidup manusia, pun juga perbendaharaan doa-doa yang menakjubkan, akhirnya secara terselubung [mereka] mengemban rahasia keselamatan kita” (DV 15).”
KGK, 123 – “Umat Kristen menghormati Perjanjian Lama sebagai Sabda Allah yang benar. Gereja tetap menolak dengan tegas gagasan untuk menghilangkan Perjanjian Lama, karena Perjanjian Baru sudah menggantikannya [Markionisme].”

4) Apakah dengan demikian Tuhan berubah-ubah karena merubah hari Sabat ke Hari Minggu? Tuhan tidak berubah-ubah dalam memberikan perintah untuk menguduskan hari Tuhan. Yang berubah adalah masalah hari, dari Sabat (Sabtu) menjadi hari Minggu, yang bukan merupakan moral law – sehingga dapat berubah. Dan perubahan ini adalah suatu perubahan yang didasarkan oleh kepenuhan rencana keselamatan Allah, yaitu pada kebangkitan Kristus yang jatuh pada hari Minggu. Dengan beribadah pada hari Minggu, umat Kristen menyatakan bahwa mereka mempunyai hukum yang baru, yaitu hukum rahmat yang membebaskan, di mana rasul Paulus mengatakan “Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia.” (Rm 6:14).

5) Tentang kesimpulan bahwa kesalahan umat Kristen adalah mengagungkan Tuhan Yesus dan menolak hukum hari Sabat, maka saya mengatakan bahwa itu bukanlah kesalahan, namun suatu kebenaran yang berdasarkan akan iman akan Yesus dan mengikuti para murid yang beribadah pada hari Minggu dan bukan pada hari Sabat. Dan saya pikir, penjelasan point 1 – tentang moral law, ceremonial law, dan judicial law - telah menjelaskan hal ini. Kalau orang yang menyalahkan umat Kristen yang beribadah pada hari Sabat, dengan alasan karena Perjanjian Lama mengharuskannya, maka mereka juga harus konsisten untuk menjalankan semua peraturan yang disebutkan di dalam Kitab Imamat. Dan kalau alasan mereka adalah hari Sabat dirubah oleh Gereja, mereka harus melihat bagaimana para murid di dalam Perjanjian Baru, yang beribadat pada hari Minggu, yang juga diperkuat dari tulisan para Bapa Gereja di abad-abad awal.

Jawaban dikutip dari katolisitas.org

Nice Info /no1

:D
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.