Perayaan Natal pada tanggal 25 Des adalah budaya kekafiran yang dimasukkan ke dalam Gereja, dimana tanggal 25 Des adalah hari kelahiran Dewa Matahari.
Dari Alkitab kita ketahui bahwa di malam hari kelahiran Yesus ada gembala di padang menjaga kawanan ternak mereka (Lukas 2:8), jadi nampaknya hari itu bukanlah di bulan Desember karena kita ketahui bahwa pada bulan Desember di Betlehem adalah musim dingin yang suhunya sekitar 7 deg celcius dan bahkan bisa dibawah 0 deg celcius serta terkadang diikuti oleh salju dalam beberapa hari. Dengan fakta tersebut, tidak mungkin pada musim/cuaca/suhu seperti itu ada gembala di padang menjaga ternak pada malam hari.
Alkitab juga tidak pernah memerintahkan kita untuk merayakan/memperingati kelahiran Yesus sebagai bentuk syukur, yang diperintahkah oleh Yesus bagi kita untuk memperingatiNya adalah dengan melakukan Perjamuan Kudus (Lukas 22:19) bukan dengan merayakan Natal.
Dengan mengetahui latar belakang perayaan Natal diatas, masihkah kita mau merayakan Kelahiran Juruselamat kita di hari kelahiran Dewa Matahari (Setan).
Seandainya hari kelahiran kita dirayakan pada hari kelahiran orang/oknum lain apakah kita akan merasa senang???
Banyak saat ini gereja-gereja tidak lagi merayakan Natal karena perayaan dan tanggalnya tidak Alkitabiah, melainkan hanya budaya kekafiran yang menyusup ke Gereja.
Salam,
Tyven Bong.
Dari Alkitab kita ketahui bahwa di malam hari kelahiran Yesus ada gembala di padang menjaga kawanan ternak mereka (Lukas 2:8), jadi nampaknya hari itu bukanlah di bulan Desember karena kita ketahui bahwa pada bulan Desember di Betlehem adalah musim dingin yang suhunya sekitar 7 deg celcius dan bahkan bisa dibawah 0 deg celcius serta terkadang diikuti oleh salju dalam beberapa hari. Dengan fakta tersebut, tidak mungkin pada musim/cuaca/suhu seperti itu ada gembala di padang menjaga ternak pada malam hari.
Alkitab juga tidak pernah memerintahkan kita untuk merayakan/memperingati kelahiran Yesus sebagai bentuk syukur, yang diperintahkah oleh Yesus bagi kita untuk memperingatiNya adalah dengan melakukan Perjamuan Kudus (Lukas 22:19) bukan dengan merayakan Natal.
Dengan mengetahui latar belakang perayaan Natal diatas, masihkah kita mau merayakan Kelahiran Juruselamat kita di hari kelahiran Dewa Matahari (Setan).
Seandainya hari kelahiran kita dirayakan pada hari kelahiran orang/oknum lain apakah kita akan merasa senang???
Banyak saat ini gereja-gereja tidak lagi merayakan Natal karena perayaan dan tanggalnya tidak Alkitabiah, melainkan hanya budaya kekafiran yang menyusup ke Gereja.
Salam,
Tyven Bong.