goesdun
IndoForum Junior A
- No. Urut
- 32661
- Sejak
- 7 Feb 2008
- Pesan
- 3.022
- Nilai reaksi
- 66
- Poin
- 48
Pura Luhur Gede Batupanes
Aham rudrebhir vasubhis caramy
Aham adityair uta visvadevaih
Aham mitravarunobha bibharmy
Aham indragni aham asvinobha.
(Rgved X. 125.1)
Maksudnya: Tuhan gerakkan kekuatan alam menjadi tenaga dan kekayaan. Tuhan bercahaya dan kekuatan yang cemerlang. Tuhan menyangga sumber kekuatan alam berupa air dan cahaya. Tuhan adalah pusat energi, cahaya, dan kehidupan yang bersumber dari matahari, udara, api, dan semua kekuatan alam yang bermanfaat.
PURA Luhur Gede Batupanes adalah pura tempat pemujaan pada Tuhan sebagai media untuk memohon terpadunya sumber-sumber daya alam secara harmoni. Dengan terpadunya sumber-sumber daya alam secara alam akan terciptalah iklim yang memberikan kehidupan pada makhluk hidup seperti tumbuh-tumbuhan, hewan dan terutama manusia.
Pura Luhur Gede Gede Batupanes ini berada di Desa Adat Belulang Desa Mangesta Kecamatan Penebel, Tabanan. Pura ini terletak di ketinggian 600 meter di atas permukaan laut. Di sekitar pura ini ditemukan banyak sumber mata air panas. Di Pura Luhur Batupanes ini debit air panas 40 liter per detik dengan derajat kepanasan 47,5 Celsius. Mata air panas ini merupakan beji atau pasiraman Ida Batara Luhur Gede Batupanes.
Dari ceritra rakyat yang sudah turun-temurun diceritakan keberadaan Pura Luhur Gede Batupanes tersebut yang bersifat mitologi. Pada mulanya Pura Luhur Gede Batupanes ini hanya merupakan onggokan batu sebagai peninggalan zaman batu atau megalitikum. Pada suatu waktu Ida Batara Luhur Batukaru melasti ke Pura Luhur Pakerisan. Upacara melasti tersebut melalui daerah Belulang Batupanes. Semestinya prosesi upacara melasti tersebut disertai dengan prosesi Ida Batara masanekan atau singgah di Belulang Batupanes. Tatapi secara niskala Ida Batara Luhur Batukaru macecingak (meninjau) dari Pura Puseh Batu Aya sebagai salah satu pura pasanakan Pura Luhur Batukaru yang terkecil.
Mengapa Ida Batara Luhur Batukaru tidak mau masanekan di Batupanes karena Ida Batara Luhur Gede Batupanes adalah keturunan dari Ida Batara Bukit Makudus (Ida Batara di Gunung Agung). Ida Batara Luhur Batukaru tidak kuat dengan panasnya daerah Belulang Batupanes tersebut. Agar prosesi melasti menjadi berjalan sesuai dengan urutan yang semestinya maka di Pura Luhur Batupanes sekarang dibangunlah pura di tempat yang lembab dengan dikelilingi oleh talaga dengan air yang mengalir. Sejak itulah prosesi melasti Ida Batara Luhur Batukaru selalu masanekan di Pura Luhur Gede Batupanes. Keadaan panas tersebut menjadi hangat setelah dikelilingi telaga dengan air yang dingin.
Pelinggih di Utama Mandala atau jeroan Pura Luhur Gede Batupanes adalah Candi Gunung sebagai tempat pemujaan Ida Batara Luhur Gede Batupanes. Candi Gunung ini baru dibuat sebagai pengganti bentuk onggokan batu sebagai pelinggih dengan gaya magalitikum pada tahun 1974. Pada mulanya bentuk pelinggih seperti sistem pemujaan Hindu dewasa ini belum ada. Yang ada hanyalah bentuk pemujaan dengan batu arca dengan gaya kebudayaan megalitikum atau zaman batu. Bentuk arca seperti itu menunjukkan zaman kekayaan Hindu sekte Siwa Pasupata.
Bukti lain adalah dijumpainya arca batu berbentuk Lingga yang berisi tulisan. Namun tulisan di arca Lingga tersebut sampai saat ini belum bisa berbaca karena tulisannya sudah kabur. Ada juga tahta atau pelinggih batu dengan gaya megalitik yang disebut sebagai stana Jero Wayan, Jero Made dan Jero Ngoman. Apa mungkin yang dimaksud itu adalah Ratu Wayan Teba, Ratu Made Jelawung dan Ratu Nyoman Sakti Pegadangan dan juga Ratu Ketut Petung, sebutan yang dipuja dalam ajaran Kandapat yang merupakan konsep pemujaan yang mungkin benar-benar asli Bali dalam arti belum ada pengaruh Hindunya.
Di Pura Luhur Gede Batupanes ini juga dijumpai beberapa peninggalan purbakala. Di sebelah kanan dari Candi Gunung ini ada Pelinggih Gedong sebagai pasimpangan Ida Batara Batukaru. Di sebelah kiri Candi Gunung agak ke timur terdapat empat pelinggih Padma berjejer masing-masing stana Jero Wayan, pasimpangan Ida Batara Luhur Petali, untuk Jero Sedahan dan Jero Nyoman.
Di barat daya terdapat Balai Agung. Di bagian timur jeroan pura berjejer dari utara ke selatan ada Pelinggih Gedong Tumpang Kalih sebagai pasimpangan Ida Batara Luhur Besikalung. Ada Gedong Bata tumpang satu sabagai pelinggih Pasimpangan Ida Batara Bukit Makudus (Ida Batara Gunung Agung).
Di sebelah tenggara jeroan pura ada pelinggih yang disebut Bale Kembar. Sedangkan di jaba pura ada beberapa bangunan pelengkap, seperti bale kulkul, dua buah bale gong, dapur suci, bale pakemitan dan jineng. Upacara Piodalan di Pura Luhur Gede Batupanes ini pada hari Budha Kliwon Gumbreg setiap enam bulan wuku.
Yang cukup menarik adalah adanya bangunan yang mungkin menurut anggapan umum tidak begitu penting yaitu Pelinggih Bale Kembar. Bangunan Bale Kembar ini ada di beberapa pura di Bali. Sangat mungkin fungsi bangunan ini sebagai suatu simbol untuk mengingatkan umat membangun sikap hidup yang seimbang antara kehidupan sekala dan niskala. Seperti Pura Besakih dan Pura Batur sebagai pura rwa bhineda yaitu untuk seimbang membina kehidupan spiritual atau kehidupan kejiwaan (Purusa) dan kehidupan keduniaan atau kehidupan Predana.
Hal ini membuktikan bahwa ajaran Hindu bukanlah ajaran agama yang hanya mengajarkan agar hidup ini hanya untuk memikirkan soal-soal sorga semata. Agama Hindu mengajarkan untuk mencapai sorga kelak dengan cara menata hidup di dunia ini sebaik mungkin sesuai dengan konsep Rta dan Dharma. Agama Hindu tidak mengajarkan umatnya untuk hidup dengan melupakan dunia. Dengan menata hidup di dunia ini dengan sebaik-baiknya itulah sebagai tangga menuju sorga.
Karena itu sesungguhnya tempat pemujaan umat Hindu di Bali senantiasa memuat simbol-simbol keagamaan untuk memotivasi umat Hindu agar dapat membangun sikap hidup yang seimbang antara kehidupan rohani dan duniawi. Demikian juga seimbang menjaga kelestarian alam dan keharmonisan sosial.
* I Ketut Gobyah
source: B
Aham rudrebhir vasubhis caramy
Aham adityair uta visvadevaih
Aham mitravarunobha bibharmy
Aham indragni aham asvinobha.
(Rgved X. 125.1)
Maksudnya: Tuhan gerakkan kekuatan alam menjadi tenaga dan kekayaan. Tuhan bercahaya dan kekuatan yang cemerlang. Tuhan menyangga sumber kekuatan alam berupa air dan cahaya. Tuhan adalah pusat energi, cahaya, dan kehidupan yang bersumber dari matahari, udara, api, dan semua kekuatan alam yang bermanfaat.
PURA Luhur Gede Batupanes adalah pura tempat pemujaan pada Tuhan sebagai media untuk memohon terpadunya sumber-sumber daya alam secara harmoni. Dengan terpadunya sumber-sumber daya alam secara alam akan terciptalah iklim yang memberikan kehidupan pada makhluk hidup seperti tumbuh-tumbuhan, hewan dan terutama manusia.
Pura Luhur Gede Gede Batupanes ini berada di Desa Adat Belulang Desa Mangesta Kecamatan Penebel, Tabanan. Pura ini terletak di ketinggian 600 meter di atas permukaan laut. Di sekitar pura ini ditemukan banyak sumber mata air panas. Di Pura Luhur Batupanes ini debit air panas 40 liter per detik dengan derajat kepanasan 47,5 Celsius. Mata air panas ini merupakan beji atau pasiraman Ida Batara Luhur Gede Batupanes.
Dari ceritra rakyat yang sudah turun-temurun diceritakan keberadaan Pura Luhur Gede Batupanes tersebut yang bersifat mitologi. Pada mulanya Pura Luhur Gede Batupanes ini hanya merupakan onggokan batu sebagai peninggalan zaman batu atau megalitikum. Pada suatu waktu Ida Batara Luhur Batukaru melasti ke Pura Luhur Pakerisan. Upacara melasti tersebut melalui daerah Belulang Batupanes. Semestinya prosesi upacara melasti tersebut disertai dengan prosesi Ida Batara masanekan atau singgah di Belulang Batupanes. Tatapi secara niskala Ida Batara Luhur Batukaru macecingak (meninjau) dari Pura Puseh Batu Aya sebagai salah satu pura pasanakan Pura Luhur Batukaru yang terkecil.
Mengapa Ida Batara Luhur Batukaru tidak mau masanekan di Batupanes karena Ida Batara Luhur Gede Batupanes adalah keturunan dari Ida Batara Bukit Makudus (Ida Batara di Gunung Agung). Ida Batara Luhur Batukaru tidak kuat dengan panasnya daerah Belulang Batupanes tersebut. Agar prosesi melasti menjadi berjalan sesuai dengan urutan yang semestinya maka di Pura Luhur Batupanes sekarang dibangunlah pura di tempat yang lembab dengan dikelilingi oleh talaga dengan air yang mengalir. Sejak itulah prosesi melasti Ida Batara Luhur Batukaru selalu masanekan di Pura Luhur Gede Batupanes. Keadaan panas tersebut menjadi hangat setelah dikelilingi telaga dengan air yang dingin.
Pelinggih di Utama Mandala atau jeroan Pura Luhur Gede Batupanes adalah Candi Gunung sebagai tempat pemujaan Ida Batara Luhur Gede Batupanes. Candi Gunung ini baru dibuat sebagai pengganti bentuk onggokan batu sebagai pelinggih dengan gaya magalitikum pada tahun 1974. Pada mulanya bentuk pelinggih seperti sistem pemujaan Hindu dewasa ini belum ada. Yang ada hanyalah bentuk pemujaan dengan batu arca dengan gaya kebudayaan megalitikum atau zaman batu. Bentuk arca seperti itu menunjukkan zaman kekayaan Hindu sekte Siwa Pasupata.
Bukti lain adalah dijumpainya arca batu berbentuk Lingga yang berisi tulisan. Namun tulisan di arca Lingga tersebut sampai saat ini belum bisa berbaca karena tulisannya sudah kabur. Ada juga tahta atau pelinggih batu dengan gaya megalitik yang disebut sebagai stana Jero Wayan, Jero Made dan Jero Ngoman. Apa mungkin yang dimaksud itu adalah Ratu Wayan Teba, Ratu Made Jelawung dan Ratu Nyoman Sakti Pegadangan dan juga Ratu Ketut Petung, sebutan yang dipuja dalam ajaran Kandapat yang merupakan konsep pemujaan yang mungkin benar-benar asli Bali dalam arti belum ada pengaruh Hindunya.
Di Pura Luhur Gede Batupanes ini juga dijumpai beberapa peninggalan purbakala. Di sebelah kanan dari Candi Gunung ini ada Pelinggih Gedong sebagai pasimpangan Ida Batara Batukaru. Di sebelah kiri Candi Gunung agak ke timur terdapat empat pelinggih Padma berjejer masing-masing stana Jero Wayan, pasimpangan Ida Batara Luhur Petali, untuk Jero Sedahan dan Jero Nyoman.
Di barat daya terdapat Balai Agung. Di bagian timur jeroan pura berjejer dari utara ke selatan ada Pelinggih Gedong Tumpang Kalih sebagai pasimpangan Ida Batara Luhur Besikalung. Ada Gedong Bata tumpang satu sabagai pelinggih Pasimpangan Ida Batara Bukit Makudus (Ida Batara Gunung Agung).
Di sebelah tenggara jeroan pura ada pelinggih yang disebut Bale Kembar. Sedangkan di jaba pura ada beberapa bangunan pelengkap, seperti bale kulkul, dua buah bale gong, dapur suci, bale pakemitan dan jineng. Upacara Piodalan di Pura Luhur Gede Batupanes ini pada hari Budha Kliwon Gumbreg setiap enam bulan wuku.
Yang cukup menarik adalah adanya bangunan yang mungkin menurut anggapan umum tidak begitu penting yaitu Pelinggih Bale Kembar. Bangunan Bale Kembar ini ada di beberapa pura di Bali. Sangat mungkin fungsi bangunan ini sebagai suatu simbol untuk mengingatkan umat membangun sikap hidup yang seimbang antara kehidupan sekala dan niskala. Seperti Pura Besakih dan Pura Batur sebagai pura rwa bhineda yaitu untuk seimbang membina kehidupan spiritual atau kehidupan kejiwaan (Purusa) dan kehidupan keduniaan atau kehidupan Predana.
Hal ini membuktikan bahwa ajaran Hindu bukanlah ajaran agama yang hanya mengajarkan agar hidup ini hanya untuk memikirkan soal-soal sorga semata. Agama Hindu mengajarkan untuk mencapai sorga kelak dengan cara menata hidup di dunia ini sebaik mungkin sesuai dengan konsep Rta dan Dharma. Agama Hindu tidak mengajarkan umatnya untuk hidup dengan melupakan dunia. Dengan menata hidup di dunia ini dengan sebaik-baiknya itulah sebagai tangga menuju sorga.
Karena itu sesungguhnya tempat pemujaan umat Hindu di Bali senantiasa memuat simbol-simbol keagamaan untuk memotivasi umat Hindu agar dapat membangun sikap hidup yang seimbang antara kehidupan rohani dan duniawi. Demikian juga seimbang menjaga kelestarian alam dan keharmonisan sosial.
* I Ketut Gobyah
source: B