Sebagai pendahuluan ceritera, tersebutlah di kawasan Jawa, ada pendeta maha sakti bernama Danghyang Bajrasatwa. Ada putranya Iakilaki seorang bernama Danghyang Tanuhun atau Mpu Lampita, beliau memang pendeta Budha, memiliki kepandaian luar biasa serta bijaksana dan mahasakti seperti ayahnya Danghyang Bajrasatwa. Ida Danghyang Tanuhun berputra lima orang, dikenal dengan sebutan Panca Tirtha. Beliau Sang Panca Tirtha sangat terkenal keutamaan beliau semuanya.
Beliau yang sulung bernama Mpu Gnijaya. Beliau membuat pasraman di Gunung Lempuyang Madya, Bali Timur, datang di Bali pada tahun Isaka 971 atau tahun Masehi 1049. Beliaulah yang menurunkan Sang Sapta Resi - tujuh pendeta yang kemudian menurunkan keluarga besar Pasek di Bali. Adik beliau bernama Mpu Semeru, membangun pasraman di Besakih, turun ke Bali tahun Isaka 921, tahun Masehi 999. Beliau mengangkat putra yakni Mpu Kamareka atau Mpu Dryakah yang kemudian menurunkan keluarga Pasek Kayuselem. Yang nomor tiga bernama Mpu Ghana, membangun pasraman di Dasar Gelgel, Klungkung datang di Bali pada tahun Isaka 922 atau tahun Masehi 1000. Yang nomor empat, bernama Ida Empu Kuturan atau Mpu Rajakretha, datang di Bali tahun Isaka 923 atau tahun Masehi 1001, membangun pasraman di Silayukti, Teluk Padang atau Padangbai, Karangasem. Nomor lima bernama Ida Mpu Bharadah atau Mpu Pradah, menjadi pendeta kerajaan Prabu Airlangga di Kediri, Daha, Jawa Timur, berdiam di Lemah Tulis, Pajarakan, sekitar tahun Masehi 1000.
Beliau Mpu Kuturan demikian tersohornya di kawasan Bali, dikenal sebagai Pendeta pendamping Maharaja Sri Dharma Udayana Warmadewa, serta dikenal sebagai perancang pertemuan tiga sekte agama Hindu di Bali, yang disatukan di Samuan Tiga , Gianyar. Beliau pula yang merancang keberadaan desa pakraman - desa adat serta Kahyangan Tiga - tiga pura desa di Bali, yang sampai kini diwarisi masyarakat. Demikian banyaknya pura sebagai sthana Bhatara dibangun di Bali semasa beliau menjabat pendeta negara, termasuk Sad Kahyangan serta Kahyangan Jagat dan Dhang Kahyangan di kawasan Bali ini. Nama beliau tercantum di dalam berbagai prasasti dan lontar yang memuat tentang pura, upacara dan upakara atau sesajen serta Asta Kosala - kosali yang memuat tata cara membangun bangunan di Bali. Tercantum dalam lempengan prasasti seperti ini
"Ida sane ngawentenang pawarah - warah silakramaning bwana rwa nista madhya utama. lwirnya ngawangun kahyangan, mahayu palinggih Bhatara - Bhatari ring Bali lwirnya Puseh desa Walyagung Ulunswi Dalem sopana hana tata krama maring Bali, ayun sapara Bhatara lumingga maring Sad Kahyangan, neher sira umike sila krama" yang artinya: Beliau Mpu Kuturan yang mengadakan aturan tentang tatacara di dunia ini yang berhubungan dengan mikro dan makrokosmos dalam tingkat nista madya utama (sederhana, menengah dan utama), seperti membangun pura kahyangan, menyelenggarakan upacara sthana Bhatara-bhatari di Bali. Seperti Pura Puseh Desa, Baleagung, Ulunswi, Dalem, dan karena ada tata cara di Bali seperti itu berkenanlah para Bhatara bersthana di Sad Kahyangan, karena beliau yang mengadakan tata aturan tersebut.
Adiknya bernama Danghyang Mpu Bharadah mempunyai putra Iaki-laki dan keutamaan yoga beliau bernama Mpu Bahula. Bahula berarti utama. Kepandaian dan kesaktian beliau di dunia sama dengan ayahandanya Mpu Bharadah. Beliau memperistri putri dari Rangdeng Jirah - janda di Jirah atau Girah yang bernama Ni Dyah Ratna Manggali. Kisah ini terkenal dalam ceritera Calonarang. Beliau Empu Bahula berputra Iaki bernama Mpu Tantular, yang sangat pandai di dalam berbagai ilmu filsafat. Tidak ada menyamai dalam soal kependetaan, sama keutamaannya dengan Mpu Bahula, ayahandanya. Mpu Tantular adalah yang dikenal sebagai penyusun Kakawin Sutasoma di mana di dalamnya tercantum "Bhinneka Tunggal lka" yang menjadi semboyan negara Indonesia. Beliau juga bergelar Danghyang Angsokanata. Keberadaan beliau di Bali diperkirakan sejaman dengan pemerintahan raja Bali, Sri Haji Wungsu pada tahun Masehi 1049.
Ida Mpu Tantular atau Danghyang Angsokanata, berputra empat orang semuanya Iaki-laki. Yang sulung bernama Mpu Danghyang Panawasikan. Yang nomor dua bergelar Mpu Bekung atau Danghyang Siddhimantra. Yang nomor tiga bernama Mpu Danghyang Smaranatha. Yang terkecil bernama Mpu Danghyang Soma Kapakisan.
Ida Danghyang Panawasikan, bagaikan Sanghyang Jagatpathi wibawa beliau, Ida Danghyang Siddhimantra bagaikan Dewa Brahma wibawa serta kesaktian beliau. Ida Danghyang Asmaranatha bagaikan Dewa Manobawa yang menjelma, terkenal kebijaksanaan dan kesaktian beliau, serta Danghyang Soma Kapakisan, yang menjadi guru dari Mahapatih Gajahmada di Majapahit, bagaikan Dewa Wisnu menjelma, pendeta yang pandai dan bijaksana. Ida Danghyang Panawasikan memiliki putri seorang, demikian cantiknya, diperistri oleh Danghyang Nirartha.
Ida Danghyang Smaranatha, memiliki dua orang putra, yang sulung bernama Danghyang Angsoka, berdiam di Jawa melaksanakan paham Budha. Adik beliau bernama Danghyang Nirartha, atau Danghyang Dwijendra, Peranda Sakti Wawu Rawuh dan dikenal juga dengan sebutan Tuan Semeru. Beliau melaksanakan paham Siwa, serta menurunkan keluarga besar Brahmana Siwa di Bali yakni, Ida Kemenuh, Ida Manuaba, Ida Keniten, Ida Mas serta Ida Patapan. Danghyang Angsoka sendiri berputra Danghyang Astapaka, yang membangun pasraman di Taman Sari, yang kemudian menurunkan Brahmana Budha di Pulau Bali.
Ida Danghyang Soma Kapakisan yang berdiam di kawasan kerajaan Majapahit. berputra Ida Kresna Wang Bang Kapakisan, ketika Sri Maharaja Kala Gemet memegang kekuasaan di Majapahit. Ida Kresna Wang Bang Kapakisan mempunyai putra empat orang, semuanya diberi kekuasaan oleh Raja Majapahit, yakni beliau yang sulung menjadi raja di Blambangan, adiknya di Pasuruhan, yang wanita di Sumbawa. dan yang paling bungsu di kawasan Bali. Yang menjadi raja di Bali bernama Dalem Ketut Kresna Kapakisan menurunkan para raja yang bergelar Dalem keturunan Kresna Kepakisan di Bali. Dalem Ketut Kresna Kepakisan datang di Bali, menjadi raja dikawal oleh Arya Kanuruhan, Arya Wangbang - Arya Demung, Arya Kepakisan, Arya Temenggung, Arya Kenceng. Arya Dalancang, Arya Belog, Arya Manguri, Arya Pangalasan, dan Arya Kutawaringin, Arya Gajah Para serta Arya Getas dan tiga wesya: Si Tan Kober, Si Tan Kawur, Si Tan Mundur. Ida Dalem beristana di Samprangan, didampingi oleh l Gusti Nyuh Aya di Nyuh Aya sebagai mahapatih Dalem. Tatkala itu Ida Dalem memerintahkan para menterinya untuk mengambil tempat masing-masing. Ida Arya Demung Wang Bang asal Kediri di Kertalangu, Arya Kanuruhan di Tangkas, Arya Temenggung di Patemon, Arya Kenceng di Tabanan, Arya Dalancang di Kapal,
Arya Belog di Kaba-Kaba, Arya Kutawaringin di Klungkung, Arya Gajah Para dan adiknya Arya Getas di Toya Anyar, Arya Belentong di Pacung, Arya Sentong di Carangsari, Kriyan Punta di Mambal, Arya Jerudeh di Tamukti , Arya Sura Wang Bang asal Lasem di Sukahet, Arya Wang Bang asal Mataram tidak berdiam di mana-mana. Arya Melel Cengkrong di Jembrana, Arya Pamacekan di Bondalem, Sang Tri Wesya: Si Tan Kober di Pacung, Si Tan Kawur di Abiansemal dan Si Tan Mundur di Cegahan Demikian dikatakan di Babad Dalem.
IDA DANGHYANG SIDDHIMANTRA BERPUTRA IDA BANG MANIK ANGKERAN
Diceriterakan kembali putra Ida Danghyang Angsokanata atau Danghyang Mpu Tantular yang nomor dua yakni Ida Mpu Bekung atau Danghyang Siddhimantra Beliau bernama Mpu Bekung karena beliau tidak bisa mempunyai putra. Kemudian beliau bergelar Danghyang Siddhimantra disebabkan memang beliau pendeta atau Bhujangga yang sakti serta bijaksana. Beliau menjadi sesuhunan sakti Bhujangga luwih (Junjungan sakti, pendeta yang bijaksana) di kawasan Bali ini tatkala itu. Perihal gelar Ida Mpu Bekung menjadi Danghyang Siddhimantra, akan diceriterakan di bawah ini
Diceriterakan, Ida Mpu Bekung berkeinginan untuk memiliki putra yang akan menjadi penerusnya kelak. Karena itu beliau melaksanakan upacara homa, memuja Sanghyang Brahmakunda Wijaya.
Karena kesaktian beliau, dan karena permohonannya itu, beliau dianugerahi manik besar yang keluar dari api homa tersebut. Kemudian nampak keluar bayi dari tengah-tengah api pahoman itu. Anak itu kemudian diberi nama Ida Bang Manik Angkeran. Artinya: Bang dari merah warna api itu. Manik dari manik mutu manikam yang menjadi anugerah, dan Angkeran dari keangkeran pemujaan sang pendeta yang demikian makbulnya. Demikian asal mulanya Ida Mpu Bekung memiliki putera.
Setelah beliau memiliki putera, sangat sukacita beliau Mpu Bekung, diperhatikan dan dimanjakan betul putera beliau. Setiap yang diinginkan putranya dipenuhi.
Setelah Ida Bang Manik Angkeran menginjak remaja, mungkin diakibatkan oleh kehendak Yang Maha Kuasa, agar supaya Ida Mpu Bekung menemui ganjalan pikiran atau kesusahan, ternyata kemudian putra beliau sehari-hari pekerjaannya hanya berjudi melulu, tidak pernah tinggal diam di rumah, selalu berada di tempat perjudian semata. Di mana saja ada perjudian, di sana Ida Bang Manik Angkeran bermalam. Diceriterakan perjalanan beliau berjudi tidak pernah menang. Selalu kalah saja.
Hingga habis milik ayahnya dipergunakan untuk berjudi. Yang membuat Mpu Bekung duka cita tiada lain karena putranya tidak pernah pulang ke Griya. itu menyebabkan resah gelisah perasaan beliau, seraya pergi mencari putra beliau Ida Bang Manik Angkeran ke desa-desa. Setiap ada orang yang dijumpai di tengah jalan, ditanyai oleh beliau apakah ada menemui putra beliau yang bernama Ida Bang Manik Angkeran. Namun semuanya mengatakan tidak pernah mengetahui dan menemuinya.
Diceriterakan, konon, sudah lama beliau mengembara mencari putra beliau itu tidak juga dijumpai, sampai akhirnya tiba di kawasan Tohlangkir pengembaraan beliau Setibanya di Tohlangkir - Gunung Agung, di sana beliau baru merasa lesu lelah kemudian duduk seraya bersamadi menyatukan pikiran beliau, memuja Dewa seraya membunyikan genta beliau yang bernama Ki Brahmara .
Karena keutamaan puja mantra beliau diiringi dengan suara genta beliau Ki Brahmara yang demikian menakjubkan, menjadi heboh keluar Ida Sanghyang Basukih, seraya berkata: "Ah Mpu Bekung yang datang, apa keinginan Mpu, memuja saya ? Segera katakan. agar saya menjadi tahu !".
Berkatalah Ida Mpu Bekung: "Singgih paduka Sanghyang, hamba memiliki anak seorang tidak pernah sama sekali pulang, sejak lama hamba mencarinya, namun belum juga ketemu. Maksud hamba agar dengan senang hati pukulun Sanghyang memberitahu keadaan sebenarnya, apakah dia masih hidup, atau apakah dia sudah .mati. Kalau misalnya dia masih hidup agar supaya pukulun Sanghyang sudi memberi tahu, di mana dia berada".
Dengan sukacita Ida Bhatara Basukih berkata: "Ah Mpu, hendaknya Mpu jangan bersedih hati, sebenarnya putra Mpu masih hidup berada di desa-desa, bermalam di sana. Sekarang saya yang akan mengarad (menarik) Jiwa - putra Mpu, agar segera pulang kembali. Namun, Mpu saya minta sarinya susu lembu, sebagai imbalan saya mengarad putra sang Mpu". Demikian wacana Ida Bhatara Nagaraja, seraya meminta Ida Mpu Bekung agar pulang ke rumahnya .
Singkat ceritera. pulanglah Ida Mpu memohon diri dari Tohlangkir. Tidak diceriterakan perjalanan beliau, maka sampailah beliau kembali di rumahnya di Griya Daha, dan dilihatnya sang putera telah berada di rumah. ltu sebabnya sangat sukacita beliau Mpu Bekung, seraya berkata: "Duh, putraku Sang Bang, dengarkanlah apa yang ayah katakan sekarang. Jangan lagi ananda mengulangi perbuatan yang sudah - sudah. Ayah tidak sama sekali melarang ananda untuk bermain judi, namun agar ananda ingat juga dengan rumah Ananda. Payah Ayah mencari ananda keluar masuk desa-desa".
Kemudian berkatalah putranya: "Singgih palungguh Mpu, ayahandaku, janganlah sekali-kali palungguh Mpu marah serta duka ananda sudah menginjak dewasa sejak dahulu, ananda tidak pernah sama sekali berani ingkar, karena ananda ingin sekali dengan keberadaan diri sebagai seorang putra Brahmana". Demikian kata putranya Sang Bang Manik Angkeran,
Setelah usai Ida Mpu Bekung memberikan nasihat kepada putranya, ingat beliau kepada permintaan Ida Bhatara Naga Basukih yang menginginkan susu lembu
Pada hari yang baik. lengkap dengan gentanya, beliau melakukan perjalanan menuju Tohlangkir. Sesampainya di Tohlangkir, kemudian beliau mempersiapkan diri dan melakukan yoga semadi memuja Ida Sanghyang Nagaraja seraya membunyikan genta beliau. Karena kemakbulan weda mantra beliau memuja Ida Sanghyang Naga raja, segera Ida Bhatara keluar seraya bersabda: "Ah, Mpu Bekung yang datang
Apa keinginan sang Mpu datang lagi?".
Kemudian berkatalah Ida Mpu Bekung: "Singgih pukulun Sanghyang, hamba menghadap pada paduka Bhatara, bermaksud menghaturkan sarinya susu, sesuai dengan keinginan Sanghyang. Anak hamba sudah ketemu, ada di rumah". Tatkala didengarnya kata-kata Mpu Bekung seperti itu, sangat sukacita perasaan Ida Bhatara Basukih seraya berganti rupa menjadi Nagaraja Agung, kemudian meminum sarinya susu, sampai beliau kenyang.
Setelah beliau kenyang meminum susu lembu itu, seraya berbalik, beliau mengeluarkan emas, saat itu diminta Ida Mpu Bekung agar mengambil emas itu.
bersambung... ( biar nggak bosen bacanya )
Beliau yang sulung bernama Mpu Gnijaya. Beliau membuat pasraman di Gunung Lempuyang Madya, Bali Timur, datang di Bali pada tahun Isaka 971 atau tahun Masehi 1049. Beliaulah yang menurunkan Sang Sapta Resi - tujuh pendeta yang kemudian menurunkan keluarga besar Pasek di Bali. Adik beliau bernama Mpu Semeru, membangun pasraman di Besakih, turun ke Bali tahun Isaka 921, tahun Masehi 999. Beliau mengangkat putra yakni Mpu Kamareka atau Mpu Dryakah yang kemudian menurunkan keluarga Pasek Kayuselem. Yang nomor tiga bernama Mpu Ghana, membangun pasraman di Dasar Gelgel, Klungkung datang di Bali pada tahun Isaka 922 atau tahun Masehi 1000. Yang nomor empat, bernama Ida Empu Kuturan atau Mpu Rajakretha, datang di Bali tahun Isaka 923 atau tahun Masehi 1001, membangun pasraman di Silayukti, Teluk Padang atau Padangbai, Karangasem. Nomor lima bernama Ida Mpu Bharadah atau Mpu Pradah, menjadi pendeta kerajaan Prabu Airlangga di Kediri, Daha, Jawa Timur, berdiam di Lemah Tulis, Pajarakan, sekitar tahun Masehi 1000.
Beliau Mpu Kuturan demikian tersohornya di kawasan Bali, dikenal sebagai Pendeta pendamping Maharaja Sri Dharma Udayana Warmadewa, serta dikenal sebagai perancang pertemuan tiga sekte agama Hindu di Bali, yang disatukan di Samuan Tiga , Gianyar. Beliau pula yang merancang keberadaan desa pakraman - desa adat serta Kahyangan Tiga - tiga pura desa di Bali, yang sampai kini diwarisi masyarakat. Demikian banyaknya pura sebagai sthana Bhatara dibangun di Bali semasa beliau menjabat pendeta negara, termasuk Sad Kahyangan serta Kahyangan Jagat dan Dhang Kahyangan di kawasan Bali ini. Nama beliau tercantum di dalam berbagai prasasti dan lontar yang memuat tentang pura, upacara dan upakara atau sesajen serta Asta Kosala - kosali yang memuat tata cara membangun bangunan di Bali. Tercantum dalam lempengan prasasti seperti ini
"Ida sane ngawentenang pawarah - warah silakramaning bwana rwa nista madhya utama. lwirnya ngawangun kahyangan, mahayu palinggih Bhatara - Bhatari ring Bali lwirnya Puseh desa Walyagung Ulunswi Dalem sopana hana tata krama maring Bali, ayun sapara Bhatara lumingga maring Sad Kahyangan, neher sira umike sila krama" yang artinya: Beliau Mpu Kuturan yang mengadakan aturan tentang tatacara di dunia ini yang berhubungan dengan mikro dan makrokosmos dalam tingkat nista madya utama (sederhana, menengah dan utama), seperti membangun pura kahyangan, menyelenggarakan upacara sthana Bhatara-bhatari di Bali. Seperti Pura Puseh Desa, Baleagung, Ulunswi, Dalem, dan karena ada tata cara di Bali seperti itu berkenanlah para Bhatara bersthana di Sad Kahyangan, karena beliau yang mengadakan tata aturan tersebut.
Adiknya bernama Danghyang Mpu Bharadah mempunyai putra Iaki-laki dan keutamaan yoga beliau bernama Mpu Bahula. Bahula berarti utama. Kepandaian dan kesaktian beliau di dunia sama dengan ayahandanya Mpu Bharadah. Beliau memperistri putri dari Rangdeng Jirah - janda di Jirah atau Girah yang bernama Ni Dyah Ratna Manggali. Kisah ini terkenal dalam ceritera Calonarang. Beliau Empu Bahula berputra Iaki bernama Mpu Tantular, yang sangat pandai di dalam berbagai ilmu filsafat. Tidak ada menyamai dalam soal kependetaan, sama keutamaannya dengan Mpu Bahula, ayahandanya. Mpu Tantular adalah yang dikenal sebagai penyusun Kakawin Sutasoma di mana di dalamnya tercantum "Bhinneka Tunggal lka" yang menjadi semboyan negara Indonesia. Beliau juga bergelar Danghyang Angsokanata. Keberadaan beliau di Bali diperkirakan sejaman dengan pemerintahan raja Bali, Sri Haji Wungsu pada tahun Masehi 1049.
Ida Mpu Tantular atau Danghyang Angsokanata, berputra empat orang semuanya Iaki-laki. Yang sulung bernama Mpu Danghyang Panawasikan. Yang nomor dua bergelar Mpu Bekung atau Danghyang Siddhimantra. Yang nomor tiga bernama Mpu Danghyang Smaranatha. Yang terkecil bernama Mpu Danghyang Soma Kapakisan.
Ida Danghyang Panawasikan, bagaikan Sanghyang Jagatpathi wibawa beliau, Ida Danghyang Siddhimantra bagaikan Dewa Brahma wibawa serta kesaktian beliau. Ida Danghyang Asmaranatha bagaikan Dewa Manobawa yang menjelma, terkenal kebijaksanaan dan kesaktian beliau, serta Danghyang Soma Kapakisan, yang menjadi guru dari Mahapatih Gajahmada di Majapahit, bagaikan Dewa Wisnu menjelma, pendeta yang pandai dan bijaksana. Ida Danghyang Panawasikan memiliki putri seorang, demikian cantiknya, diperistri oleh Danghyang Nirartha.
Ida Danghyang Smaranatha, memiliki dua orang putra, yang sulung bernama Danghyang Angsoka, berdiam di Jawa melaksanakan paham Budha. Adik beliau bernama Danghyang Nirartha, atau Danghyang Dwijendra, Peranda Sakti Wawu Rawuh dan dikenal juga dengan sebutan Tuan Semeru. Beliau melaksanakan paham Siwa, serta menurunkan keluarga besar Brahmana Siwa di Bali yakni, Ida Kemenuh, Ida Manuaba, Ida Keniten, Ida Mas serta Ida Patapan. Danghyang Angsoka sendiri berputra Danghyang Astapaka, yang membangun pasraman di Taman Sari, yang kemudian menurunkan Brahmana Budha di Pulau Bali.
Ida Danghyang Soma Kapakisan yang berdiam di kawasan kerajaan Majapahit. berputra Ida Kresna Wang Bang Kapakisan, ketika Sri Maharaja Kala Gemet memegang kekuasaan di Majapahit. Ida Kresna Wang Bang Kapakisan mempunyai putra empat orang, semuanya diberi kekuasaan oleh Raja Majapahit, yakni beliau yang sulung menjadi raja di Blambangan, adiknya di Pasuruhan, yang wanita di Sumbawa. dan yang paling bungsu di kawasan Bali. Yang menjadi raja di Bali bernama Dalem Ketut Kresna Kapakisan menurunkan para raja yang bergelar Dalem keturunan Kresna Kepakisan di Bali. Dalem Ketut Kresna Kepakisan datang di Bali, menjadi raja dikawal oleh Arya Kanuruhan, Arya Wangbang - Arya Demung, Arya Kepakisan, Arya Temenggung, Arya Kenceng. Arya Dalancang, Arya Belog, Arya Manguri, Arya Pangalasan, dan Arya Kutawaringin, Arya Gajah Para serta Arya Getas dan tiga wesya: Si Tan Kober, Si Tan Kawur, Si Tan Mundur. Ida Dalem beristana di Samprangan, didampingi oleh l Gusti Nyuh Aya di Nyuh Aya sebagai mahapatih Dalem. Tatkala itu Ida Dalem memerintahkan para menterinya untuk mengambil tempat masing-masing. Ida Arya Demung Wang Bang asal Kediri di Kertalangu, Arya Kanuruhan di Tangkas, Arya Temenggung di Patemon, Arya Kenceng di Tabanan, Arya Dalancang di Kapal,
Arya Belog di Kaba-Kaba, Arya Kutawaringin di Klungkung, Arya Gajah Para dan adiknya Arya Getas di Toya Anyar, Arya Belentong di Pacung, Arya Sentong di Carangsari, Kriyan Punta di Mambal, Arya Jerudeh di Tamukti , Arya Sura Wang Bang asal Lasem di Sukahet, Arya Wang Bang asal Mataram tidak berdiam di mana-mana. Arya Melel Cengkrong di Jembrana, Arya Pamacekan di Bondalem, Sang Tri Wesya: Si Tan Kober di Pacung, Si Tan Kawur di Abiansemal dan Si Tan Mundur di Cegahan Demikian dikatakan di Babad Dalem.
IDA DANGHYANG SIDDHIMANTRA BERPUTRA IDA BANG MANIK ANGKERAN
Diceriterakan kembali putra Ida Danghyang Angsokanata atau Danghyang Mpu Tantular yang nomor dua yakni Ida Mpu Bekung atau Danghyang Siddhimantra Beliau bernama Mpu Bekung karena beliau tidak bisa mempunyai putra. Kemudian beliau bergelar Danghyang Siddhimantra disebabkan memang beliau pendeta atau Bhujangga yang sakti serta bijaksana. Beliau menjadi sesuhunan sakti Bhujangga luwih (Junjungan sakti, pendeta yang bijaksana) di kawasan Bali ini tatkala itu. Perihal gelar Ida Mpu Bekung menjadi Danghyang Siddhimantra, akan diceriterakan di bawah ini
Diceriterakan, Ida Mpu Bekung berkeinginan untuk memiliki putra yang akan menjadi penerusnya kelak. Karena itu beliau melaksanakan upacara homa, memuja Sanghyang Brahmakunda Wijaya.
Karena kesaktian beliau, dan karena permohonannya itu, beliau dianugerahi manik besar yang keluar dari api homa tersebut. Kemudian nampak keluar bayi dari tengah-tengah api pahoman itu. Anak itu kemudian diberi nama Ida Bang Manik Angkeran. Artinya: Bang dari merah warna api itu. Manik dari manik mutu manikam yang menjadi anugerah, dan Angkeran dari keangkeran pemujaan sang pendeta yang demikian makbulnya. Demikian asal mulanya Ida Mpu Bekung memiliki putera.
Setelah beliau memiliki putera, sangat sukacita beliau Mpu Bekung, diperhatikan dan dimanjakan betul putera beliau. Setiap yang diinginkan putranya dipenuhi.
Setelah Ida Bang Manik Angkeran menginjak remaja, mungkin diakibatkan oleh kehendak Yang Maha Kuasa, agar supaya Ida Mpu Bekung menemui ganjalan pikiran atau kesusahan, ternyata kemudian putra beliau sehari-hari pekerjaannya hanya berjudi melulu, tidak pernah tinggal diam di rumah, selalu berada di tempat perjudian semata. Di mana saja ada perjudian, di sana Ida Bang Manik Angkeran bermalam. Diceriterakan perjalanan beliau berjudi tidak pernah menang. Selalu kalah saja.
Hingga habis milik ayahnya dipergunakan untuk berjudi. Yang membuat Mpu Bekung duka cita tiada lain karena putranya tidak pernah pulang ke Griya. itu menyebabkan resah gelisah perasaan beliau, seraya pergi mencari putra beliau Ida Bang Manik Angkeran ke desa-desa. Setiap ada orang yang dijumpai di tengah jalan, ditanyai oleh beliau apakah ada menemui putra beliau yang bernama Ida Bang Manik Angkeran. Namun semuanya mengatakan tidak pernah mengetahui dan menemuinya.
Diceriterakan, konon, sudah lama beliau mengembara mencari putra beliau itu tidak juga dijumpai, sampai akhirnya tiba di kawasan Tohlangkir pengembaraan beliau Setibanya di Tohlangkir - Gunung Agung, di sana beliau baru merasa lesu lelah kemudian duduk seraya bersamadi menyatukan pikiran beliau, memuja Dewa seraya membunyikan genta beliau yang bernama Ki Brahmara .
Karena keutamaan puja mantra beliau diiringi dengan suara genta beliau Ki Brahmara yang demikian menakjubkan, menjadi heboh keluar Ida Sanghyang Basukih, seraya berkata: "Ah Mpu Bekung yang datang, apa keinginan Mpu, memuja saya ? Segera katakan. agar saya menjadi tahu !".
Berkatalah Ida Mpu Bekung: "Singgih paduka Sanghyang, hamba memiliki anak seorang tidak pernah sama sekali pulang, sejak lama hamba mencarinya, namun belum juga ketemu. Maksud hamba agar dengan senang hati pukulun Sanghyang memberitahu keadaan sebenarnya, apakah dia masih hidup, atau apakah dia sudah .mati. Kalau misalnya dia masih hidup agar supaya pukulun Sanghyang sudi memberi tahu, di mana dia berada".
Dengan sukacita Ida Bhatara Basukih berkata: "Ah Mpu, hendaknya Mpu jangan bersedih hati, sebenarnya putra Mpu masih hidup berada di desa-desa, bermalam di sana. Sekarang saya yang akan mengarad (menarik) Jiwa - putra Mpu, agar segera pulang kembali. Namun, Mpu saya minta sarinya susu lembu, sebagai imbalan saya mengarad putra sang Mpu". Demikian wacana Ida Bhatara Nagaraja, seraya meminta Ida Mpu Bekung agar pulang ke rumahnya .
Singkat ceritera. pulanglah Ida Mpu memohon diri dari Tohlangkir. Tidak diceriterakan perjalanan beliau, maka sampailah beliau kembali di rumahnya di Griya Daha, dan dilihatnya sang putera telah berada di rumah. ltu sebabnya sangat sukacita beliau Mpu Bekung, seraya berkata: "Duh, putraku Sang Bang, dengarkanlah apa yang ayah katakan sekarang. Jangan lagi ananda mengulangi perbuatan yang sudah - sudah. Ayah tidak sama sekali melarang ananda untuk bermain judi, namun agar ananda ingat juga dengan rumah Ananda. Payah Ayah mencari ananda keluar masuk desa-desa".
Kemudian berkatalah putranya: "Singgih palungguh Mpu, ayahandaku, janganlah sekali-kali palungguh Mpu marah serta duka ananda sudah menginjak dewasa sejak dahulu, ananda tidak pernah sama sekali berani ingkar, karena ananda ingin sekali dengan keberadaan diri sebagai seorang putra Brahmana". Demikian kata putranya Sang Bang Manik Angkeran,
Setelah usai Ida Mpu Bekung memberikan nasihat kepada putranya, ingat beliau kepada permintaan Ida Bhatara Naga Basukih yang menginginkan susu lembu
Pada hari yang baik. lengkap dengan gentanya, beliau melakukan perjalanan menuju Tohlangkir. Sesampainya di Tohlangkir, kemudian beliau mempersiapkan diri dan melakukan yoga semadi memuja Ida Sanghyang Nagaraja seraya membunyikan genta beliau. Karena kemakbulan weda mantra beliau memuja Ida Sanghyang Naga raja, segera Ida Bhatara keluar seraya bersabda: "Ah, Mpu Bekung yang datang
Apa keinginan sang Mpu datang lagi?".
Kemudian berkatalah Ida Mpu Bekung: "Singgih pukulun Sanghyang, hamba menghadap pada paduka Bhatara, bermaksud menghaturkan sarinya susu, sesuai dengan keinginan Sanghyang. Anak hamba sudah ketemu, ada di rumah". Tatkala didengarnya kata-kata Mpu Bekung seperti itu, sangat sukacita perasaan Ida Bhatara Basukih seraya berganti rupa menjadi Nagaraja Agung, kemudian meminum sarinya susu, sampai beliau kenyang.
Setelah beliau kenyang meminum susu lembu itu, seraya berbalik, beliau mengeluarkan emas, saat itu diminta Ida Mpu Bekung agar mengambil emas itu.
bersambung... ( biar nggak bosen bacanya )
